Pada mulanya adalah keterasingan dalam dunia yang tidak saling kenal. Cinta adalah daya penghancur tembok keterpisahan. Membuka tabir pengenalan yang membawa tujuan akhir yaitu peleburan, yang mencipta pecahan-pecahan keberbedaan menjadi mozaik indah eksistensi manusia.
Ada Apa Dengan Cinta ?
“Dari mana datangnya cinta ? dari mata turun ke hati….” Demikian kata pameo di masyarakat. Jika benar seperti itu maka kasihanlah para orang buta, mereka tidak akan pernah dapat merasakan cinta. Tapi benarkah orang buta tidak punya cinta ? Anda yang menganggapnya benar, salah besar !! Saya membuktikan sendiri bahwa orang buta juga mempunyai cinta. Suatu kali saya menyegarkan tubuh di tukang pijat tuna netra. Saya kaget lantaran dia bisa mengirim sms ke istri tercintanya yang jauh di sana.-- Anda jangan heran kalau ia bisa mengoperasikan handphone karena ia belajar keras dengan cara meraba dan mengingat setiap fungsi tombol yang harus di pencet. Dan hasilnya sempurna, sungguh saya sendiri takjub --Namun kemudian yang membuat saya tersenyum adalah ketika sms balasan dari sang istri datang, Ia meminta tolong kepada saya untuk membacakannya. Wah…wah….isinya romantis sekali, dengan panggilan sayang…sang istri mengungkapkan kerinduannya…..Sang suamipun membalas dengan kata-kata yang tak kalah romantis juga…
Cinta tidak memandang usia karena saya pernah mendengar orang yang sudah lanjut usia menikah kembali dengan pasangan pujaannya. Saya sendiri sudah naksir cewek semenjak sekolah dasar…Wooo…ini rahasia ya…,bahkan adik sepupu saya yang belum genap lima tahun sudah bisa menyanyikan lagu-lagu cinta yang di tembangkan grup band Raja atau Nidji dengan fasih. Lalu lebih mengejutkan lagi yaitu peristiwa ketika saya mendekati si Melati dan si Mawar (nama samaran) yang sedang bermain bersama, mereka itu masih duduk di taman kanak-kanak Melati yang melihat saya datang , langsung nyeletuk dengan muka tanpa dosa dan sangat polos “Mas…Kowe pacare Mawar tho…? Ha..ha..mas iwan pacare Mawar…” Saya pun terbengong-bengong kayak sapi ompong. Sedangkan yang disebut Mawar mukanya menjadi merah dan langsung berlari ngacir meninggalkan Melati. Melati yang ditinggal sendiri pun kemudian mengejar Mawar….Entah mereka sungguh-sungguh memahami cinta atau tidak namun yang pasti mereka telah bersentuhan dengan pengalaman cinta, apapun itu definisi dan jenisnya.
Teori Cinta
Kalau kita setuju bahwa cinta itu datangnya dari mata maka cinta baru akan dialami dan dirasakan oleh manusia setelah ia bisa melihat. Berarti juga cinta hanya akan ditentukan oleh keindahan fisik yang kasat oleh mata. Pada kenyataannya cinta tidaklah demikian, toh orang buta, seperti cerita diatas, juga bisa mencinta tanpa didahului oleh pandangan mata jasmaniah. Lalu dari mana datangnya cinta dan bagaimana cinta manusia terbentuk dalam kehidupannya ?
Erich Fromm dalam bukunya The Art of Loving, Memaknai Hakikat Cinta, menyatakan bahwa cinta memiliki fase-fase perkembangan. Fase-fase tersebut akan mempengaruhi karakteristik cinta yang dimiliki oleh seseorang [2005: 48-57]. Sejak dalam kandungan manusia sudah merasakan cinta yang didapatkan dari Ibu, Cinta yang membuatnya nyaman tanpa harus meminta. Pengalaman itu dirasakan ketika sang ibu menyusui bayinya, mendekap dan memberi kehangatan dalam payudaranya, menyentuh dan mengusap-usap tubuh mungilnya, dsb. Cinta Ibu adalah cinta yang tidak bersyarat. Ia mencintai bukan kerena kebaikan anaknya. Ibu mencintai anaknya hanya oleh sebab dia anaknya, entahkah anaknya itu buruk atau baik, entahkah anaknya itu patuh atau tidak patuh. Sang Ibu tetap memberikan cintanya.
Kelekatan pada cinta ibu akan mempengaruhi karakter cinta seseorang hingga dewasa. Anak akan memahami cinta sebagai sesuatu yang tidak bersyarat. Ia merasakan pengalaman yang mendalam mengenai soal dicintai. Baginya cinta akhirnya tidak bisa dituntut atau diminta. Cinta dimengerti sebagai pengalaman yang terjadi diluar kendalinya. Cinta dipahami sebagai sesuatu yang datang tanpa diundang dan pergi tanpa pemberitahuan. Maka anak akan bertindak pasif terhadap cinta, Ia hanya akan menikmati cinta yang datang padanya. Apabila ada seseorang yang memberikan perhatian kepadanya maka Ia akan dengan mudah tersentuh. Ia akan mencari figure-figur yang dapat melindungi dan memberikan kenyamanan kepadanya, entah kepada perempuan ataupun laki-laki. Karena anak terbiasa menerima cinta ibu yang tidak bersyarat maka akan membentuk tujuan hidup anak yang paling mendasar yaitu keinginan untuk dicintai bukan mencintai. Dengan demikian sepanjang pasangannya mampu memberikan kenyamanan, kesenangan, pujian, kehangatan, dan perlindungan maka hubungan akan baik-baik saja. Ia akan senang, sangat gembira, merasa aman dan dapat memperlihatkan kasih sayang serta pesona yang demikian besar. Namun apabila pasangannya abai atau lalai memberikan kebutuhannya maka akan timbul konflik dan kebencian. Kemudian neorotis dan depresi yang mendalam akan dialami apabila ia ditinggalkan sendiri oleh pasangannya. Jika itu terjadi Ia akan merasionalisasikannya dengan pikiran bahwa “pasangannya sudah tidak mencintainya lagi”. Apabila suatu ketika perpisahan atau putus hubungan tidak terhindarkan maka Ia tidak akan bisa dengan mudah melupakan pasangannya itu. Ia akan menjadi orang yang obsesiv artinya pikirannya tidak akan lepas dari figur pasangannya. Ia akan tergantung terhadap pasangannya karena pasangan dipahami sebagai sumber pemenuhan kebutuhan dirinya. Dalam pikirannya selalu dipenuhi bahwa ia telah diperlakukan secara tidak adil. Dalam bentuk yang ekstrim dominasi cinta ibu akan menciptakan perilaku seperti Alkoholisme, perokok berat, pecandu narkoba, dan segala bentuk pemuasan diri.
Nilai positif dari karakter cinta yang dipengaruhi oleh ibu adalah cinta yang tidak pilih kasih, cintanya bersifat setara. Ia akan mencintai sesama atau pasangannya apa adanya. Ia akan mencintai semua orang tanpa suka membedakan ras, suku, agama, status social dan lain sebagainya. Sebuah cinta yang tanpa syarat.
Pada fase selanjutnya, sekitar usia diatas enam tahun. Anak mulai bergeser kelekatannya kepada ayah yang mengajar bagaimana menghadapi kehidupan. Sifat cinta ayah berkaitan dengan penegakan aturan, hukum, kedisiplinan dan tata berperilaku. Cinta ayah mempunyai sifat bersyarat, Ia membutuhkan balasan tertentu. Ayah akan lebih mencintai anak yang patuh kepada aturan yang dibuatnya atau anak yang berprestasi. Dengan demikian melalui cinta ayah anak akan belajar mengenai kehidupan yang mandiri. Kehidupan yang tidak tergantung dengan orang lain. Maka dipihak anak, Ia akan berusaha tampil yang terbaik di depan sang ayah. Tujuan utama dalam hidupnya adalah menyenangkan hati ayah. Maka secara ekstrim ia akan tampil sebagai budak ayah. Apabila Ia dapat melakukanya maka akan ada perasaan bahagia, aman, dan puas. Apabila tindakannya tidak bisa menyenangkan hati ayahnya maka Ia akan merasa kecil hati, tidak dicintai, dan tersingkir. Jadi ini adalah kecendrungan neorotis yang diakibatkan oleh cinta ayah yang dominan.
Berkaitan dengan pasangannya ataupun sesama, Cinta ayah akan membentuk pribadi yang otoriter, protektiv, dan pilih kasih. Hubungan cinta yang dipengaruhi oleh peran ayah akan bersifat hirarkis. Ia akan memilih-milih hubungan diantara manusia yang dapat menguntungkan dirinya. Dalam pemikirannya cinta atau segala sesuatu yang dilakukannya harus mendapatkan balasan yang setimpal, minimal berupa pujian berkaitan dengan apa yang telah dilakukannya. Jikalau pihak lain tidak dapat memberikan balasan seperti yang diharapkannya itu maka Ia akan mengalami kekecewaan atau frustasi. Cinta ayah membentuk pribadi yang selalu ingin menyenangkan hati orang lain. Disisi lain ketika suatu saat ia ditinggalkan oleh pasangannya, ia akan mengalami perasaan bersalah yang berat. Dia akan merasa bahwa perpisahan yang terjadi karena tidak bisa memberikan yang terbaik untuk pasangannya.
Sikap positif yang dimiliki oleh cinta yang dipengaruhi oleh ayah adalah peduli atau perhatian terhadap pasangannya, bertanggungjawab, disiplin terhadap aturan dan mandiri dalam segala hal. Ia senantiasa akan berusaha memberi atau melakukan segala sesuatu yang terbaik agar dapat menyenangkan hati pasangannya.
Jadi baik cinta ibu maupun ayah mempunyai dampak negatif dan positif. Pribadi yang dewasa akan mempunyai secara sintesis karakteristik dasar kedua jenis cinta itu. Pribadi yang dewasa akan melampaui kelekatan cinta ibu dan ayah dalam dirinya. Artinya bahwa eksistensi dirinya mengandung baik karakter cinta ayah maupun ibu sekaligus. Dalam cinta dewasa karakter cinta ayah dan ibu akan saling mengendalikan. Cinta dewasa akan senang memberi sesuatu kepada pihak lain tanpa syarat sekaligus dia akan menyadari dan menerima keterbatasan dirinya dalam memberi. Disisi lain Cinta dewasa juga akan mengajar seseorang untuk menerima pihak lain apa adanya, tanpa syarat. Seperti pengalaman yang dirasakannya ketika bayi bersama Sang Ibu yang mencintai apa adanya. Nampaknya penggalan puisi Kahlil Gibran dalam Cinta Di Taman Sang Nabi sangat tepat guna melukiskan hubungan cinta dewasa, cinta yang saling memberi dan menerima ini,
“Engkau buta dan aku tuli dan lidahku kelu, oleh karenanya mari kita berpegangan tangan dan saling memahami”
Mencintai sebagai Kedewasaan Cinta
Bagi Fromm cinta yang dewasa akan berkata “Aku dicintai karena aku mencintai”. Cinta yang tidak dewasa berkata “Aku mencintai karena aku dicintai”. Atau cinta dewasa akan berkata “Aku membutuhkanmu karena aku mencintaimu” sedangkan cinta yang tidak dewasa berkata “Aku mencintaimu karena aku membutuhkanmu” (2005:51). Dari kalimat-kalimat tersebut maka mencintai merupakan hal yang harus ditempatkan sebagai yang paling utama dibandingkan dengan harapan untuk dicintai dan keinginan untuk mencukupi kebutuhan diri. Sedangkan dicintai atau kecukupan pemuasan kebutuhan menjadi hal yang secara otomatis akan menyertai orang yang mencintai.
Sebagai contoh pada umumnya orang akan membalas senyuman yang telah kita nyatakan kepada mereka terlebih dahulu meskipun senyuman itu dinyatakan pada orang asing yang tidak dikenal. Sebaliknya banyak orang pasti akan manganggap gila orang yang menuntut secara terbuka untuk diberi senyum terlebih dahulu.
Yesus mempunyai prinsip hidup yang didasarkan atas cinta yang dewasa, Yaitu cinta yang lebih mengutamakan perihal mencintai. Hal itu tercermin dalam sikapnya yang dinyatakan dalam Matius 20:20-28. Suatu ketika istri Zebedeus dan anak-anaknya (Yakobus dan Yohanes) datang kepada Yesus untuk meminta agar kelak dalam kerajaan sorga kedua anak-anaknya itu diberikan tempat disebelah kanan dan kiri Yesus (Mat.20:21). Maksudnya adalah bahwa sang ibu menginginkan agar kedua putranya mendapatkan jabatan atau kekuasaan yang lebih besar dari para murid-murid yang lainnya. Permintaan itu tentu saja menyulut konflik tersendiri diantara para murid. Mereka kemudian memarahi Yakobus dan Yohanes (ay.24). Saya menduga kemarahan para murid itu tidak hanya saja didasarkan atas ketidaksetujuan sikap yang dinyatakan oleh Ibu Yohanes dan Yakobus. Namun diantara mereka sendiri terkesan adanyanya persaingan untuk menjadi yang terutama atau terbesar dengan maksud mendapatkan pelayanan yang istimewa dari yang lain. Dengan kata lain mereka berharap terhadap pemuasan atas kebutuhan diri mereka sendiri. Yesus mengetahui permasalahan mendasar tersebut. Oleh karenanya Ia kemudian menegur semua muridnya. Ia menjungkirbalikkan pandangan bahwa untuk menjadi terbesar harus mendapat kekuasaan supaya dilayani, namun sebaliknya bagi Yesus mengajar bahwa untuk menjadi yang terbesar harus dumulai dengan komitmen untuk melayani sesamanya. Maka Dia bersabda “Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu (ay.26-27)”. Dalam ungkapan bahasa Jawa Yesus tidak njarkoni/Isa ngajar ora isa nglakoni (bisa mengajar tidak bisa melakukan) namun dia memberikan teladan hidup yang dinyatakan dalam misi pelayananNya “sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang(ay.28)"
Sikap yang yesus ajarkan tersebut didasarkan atas prinsip cinta dewasa yang mengutamakan komitmen untuk mencintai terlebih dahulu. Prinsip ini berbeda dengan prinsip yang umum dijalankan oleh penguasa-penguasa dunia yang memakai kekuasaaan mereka untuk dilayani dengan sebaik-baiknya atau dicintai terlebih dahulu.
Dengan demikian mencintai sebagai cinta yang dewasa memerlukan komitmen aktif dan usaha diri. Oleh sebab itu cinta yang dipahami sebagai perasaan yang datang dan pergi dengan tiba-tiba haruslah dianggap sebagai mitos yang tidak benar karena akan dapat mengurangi tanggung jawab seseorang dalam membina hubungan cinta yang lebih baik. Dengan mitos seperti itu orang akan bersikap pasif dan tidak peduli terhadap keutuhan cinta bersama. Sebaliknya kedewasaan cinta mendorong setiap orang untuk mengusahakan cinta tetap berkembang, menghiasai kehidupan, dan memperkokoh relasi antar manusia.
Hal yang mendasar untuk mempunyai sikap yang mencintai adalah dengan mengurangi dan menghilangkan kecendrungan narsisme yang ada dalam pribadi kita. Narsisme berarti situasi dimana pikiran seseorang tidak bisa keluar dari kenyatan atau realita dirinya sendiri. Artinya segala sesuatu ditujukan untuk memperhatikan dirinya sendiri. Untuk mengubahnya maka setiap orang perlu untuk melatih kepekaan dan kepeduliannya terhadap orang lain. Sudut pandang diri harus diarahkan bagi kepentingan dan kebutuhan orang lain juga. Selain itu diperlukan juga sikap yang rendah hati, yaitu sikap yang memandang orang lain sebagai yang utama dimana Tuhan bersemayam didalamnya. Sehingga melayani orang lain dapat diidentikkan dengan melayani Tuhan. Sama seperti yang Yesus ajarkan dalam Matius 25:40 “…Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”
Peleburan Menuju Eksistensi Manusia
Menurut Erich Fromm dasar kebutuhan kita untuk mencintai terletak pada pengalaman keterpisahan dan kebutuhan yang diakibatkan untuk mengatasi kegelisahan akan keterpisahan itu dengan pengalaman penyatuan [2005: 79]. Dengan demikian pengalaman menjadi satu atau utuh merupakan perwujudan eksistensi manusia. Sepasang suami istri merupakan keberbedaan dan keterasingan yang dileburkan oleh cinta. Sehingga dengan menjadi suami istri seharusnya eksistensi sebagai manusia dirasakan secara penuh dan utuh karena bagian yang hilang telah ditemukan lagi dengan keberadaan yang lainnya. Istilah garwa/sigaring nyawa (bagian jiwa) sangat tepat untuk menyebut salah satu pasangan suami atau istri.
Oleh karena itu patut dipertanyakan lagi hubungan perkawinan yang sudah mengalami kegersangan. Dimana masing-masing pihak merasa diri dan pasangannya sebagai dua orang asing yang tidak saling memahami satu dengan yang lainnya. Hubungan komunikasi menjadi dingin sebeku salju. Padahal dahulu ketika bertemu rasa suka sangat menggebu-gebu, bahkan seakan-akan sebagai kekasih yang telah lama saling kenal selama ribuan waktu.
Jika hal itu terjadi maka perlu ditelaah kembali jangan-jangan cinta yang mula-mula itu baru sebatas cinta pesona. Cinta yang semacam itu baru bertengger pada fase cinta ayah atau cinta ibu saja. Pada fase cinta ayah seseorang mengidolakan orang lain sedemikian rupa. Dia menarik figure sang idola kepada dirinya sebagai tuan atas dirinya yang budak. Ia akan berusaha tampil sebaik-baiknya didepan sang idola. Namun disisi lain bisa juga Ia menempatkan diri sebagi tuan yang berhak memiliki sang Idola, jadi sangat protektif. Sebaliknya berkaitan dengan fase cinta ibu orang tersebut akan megikatkan diri pada sang idola yang dianggap sebagai pemberi perlindungan dan kenyamanan. Seperti si ibu yang telah memberinya perlindungan ketika masih bayi. Dalam hal ini meskipun peleburan dapat terjadi namun integritas pribadi orang itu menjadi hilang. Maka dalam jangka waktu yang tidak akan lama masing-masing pribadi tersebut pertama-tama akan merasakan keterasingan dengan dirinya sendiri dan pada saat yang bersamaan ia akan merasa asing dengan pasangannya. Sehingga dalam cinta pesona peleburan hanya dirasakan sesaat saja ketika kontak fisik terjadi. Namun setelah sense atau rasa seksnya telah hilang maka keterasingan menjadi semakin parah. Maka jangan heran apabila kebencian akhirnya terjadi begitu mendalam bahkan sesaat peleburan jasmani yang didasarkan atas cinta pesona baru saja berakhir. Kisah Amnon dan Tamar sangat baik dalam melukiskan hal ini,
“Sesudah itu terjadilah yang berikut. Absalom bin Daud mempunyai seorang adik perempuan yang cantik, namanya Tamar; dan Amnon bin Daud jatuh cinta kepadanya. Hati Amnon sangat tergoda, sehingga ia jatuh sakit karena Tamar, saudaranya itu, sebab anak perempuan itu masih perawan dan menurut anggapan Amnon mustahil untuk melakukan sesuatu terhadap dia (II Samuel 13:1-2).”
Lalu Amnon mengatur strategi untuk mendapatkan Tamar. Ia berpura-pura sakit sehingga ketika raja Daud menengok Ia bisa mengutarakan permintaannya agar Tamar diperintahkan untuk menjenguknya. Ternyata rencananya berjalan dengan lancar. Singkat cerita Tamar menjenguk Amnon dan Amnon tidak menyia-nyiakan kesesempatan tersebut. Ia memperkosa Tamar. Setelah itu Alkitab mencatat demikian,
“Kemudian timbullah kebencian yang sangat besar pada Amnon terhadap gadis itu (Tamar), bahkan lebih besar benci yang dirasanya kepada gadis itu dari pada cinta yang dirasanya sebelumnya. Lalu Amnon berkata kepadanya: "Bangunlah, enyahlah! (I Samuel 13:15)."
Dalam cinta pesona peleburan yang dilakukan bersifat semu sehingga keterasingan yang kelam tetap dirasakan setelah peleburan itu terjadi. Hubungan dalam cinta pesona bersifat menguasai (menjadi tuan) dan dikuasai/menyerahkan diri untuk dikuasai (menjadi budak atau memperbudak diri). Dalam hubungan-hubungan ini integritas diri hilang. Inilah yang disebut sebagai kecendrungan masokhisme. Pribadi yang masokhistis keluar dari perasaaan isolasi atau keterasingan dengan menjadikan dirinya bingkisan kepada pribadi yang lain yang mengatur, menuntun dan melindungi dirinya; yang seolah-olah menjadi hidup dan daya hidupnya [2005:24].
Cinta pesona secara biologis dapat dijelaskan sebagai dampak yang dipicu oleh reaksi kimiawi tubuh atas kematangan organ-organ seksual. Sehingga menghasilkan birahi atau peningkatan libido. Anda dapat mengamati diri dan orang lain untuk membuktikannya. Apabila suatu waktu anda merasakan pandangan yang berbeda terhadap orang lain khususnya lawan jenis, Anda merasa sangat tertarik dengannya, kemudian di mata anda orang tersebut menjadi sedemikian cantik atau demikian ganteng, maka percayalah bahwa saat itu organ-organ seksual khusus anda telah matang. Bagi lelaki maka dapat dibuktikan bahwa dalam waktu yang sangat dekat, --paling cepat esok harinya -- akan mengalami mimpi basah (jikalau tidak disalurkan melalui persetubuhan). Hal itu terjadi karena kantung sperma secara biologis telah penuh dan matang. Atau bagi perempuan dalam waktu dekat pula akan mengalami menstruasi karena kematangan indung telur. Proses kimiawi-biologis ini merupakan sesuatu yang wajar dan musti dianggap sebagai rahmat Allah. Proses inilah yang menimbulkan efek jatuh cinta dengan menggebu-gebu. Hal tersebut memang tidaklah salah, namun harus disadari sebagai start awal dalam sebuah proses cinta menuju peleburan yang sejati. Sebuah tahap tertinggi dimana keterasingan manusia sunguh-sungguh dilenyapkan, berganti dengan penyatuan dua pribadi yang berbeda secara utuh namun masing-masing tetap memiliki integritasnya, masing-masing pribadi dapat melampau fase ayah atau fase ibu yang membentuk keberadaannya, kemudian mentransenden dari memori ayah-ibu itu dan mencipta identitas diri yang lebih independen. Dalam proses penyatuan tersebut eksistensi manusia tercipta. Karena bagian dirinya yang hilang, yaitu kesendirian telah mendapatkan temannya.
Mencinta Untuk Semua…
Peleburan manusia dalam cinta, dimana keterasingan dan perbedaan mendapatkan penyatuan, sebenarnya tidak bersifat eklusif bagi para pasangan namun bersifat umum. Sifat eklusif cinta sebenarnya hanya berkaitan dalam pengungkapan erotis atau seksual saja. Namun cinta yang mendalam dan dewasa harus diungkapkan kepada semua manusia. Peleburan tersebut harus dialami dalam mengembangkan hubungan diantara manusia dan juga kepada Tuhan. Karena pengalaman peleburan dengan sesama dapat juga dirasakan sekaligus sebagai pengalaman peleburan dengan Tuhan. Kasih kita kepada Tuhan selalu harus diungkapkan melalui kasih kepada sesama. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Yohanes, “Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya (1 Yohanes 4:1).”
Dan apa yang ditulis oleh Yohanes bersumber dari sabda Yesus sendiri, yaitu;
“Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi (Matius 22:37-40)."
Selanjutnya setiap manusia dapat merasakan pengalaman menjadi eksistensinya, entah itu bersama dengan sesamanya atau sekaligus dengan Allahnya. Akhirnya setiap saudara, teman, tetangga merupakan kekasih-kekasih kita. Duhai para kekasih, Saya mau menulis sesuatu yang semoga menyentuh eksistensimu.
Kenyataan adalah lukisan Sang Pemimpi
Dan dunia adalah kanvasnya
Kekasihku
Mari kupegang tanganmu
Lalu kita melukis
Tentang
Keindahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar