Jumat, 16 Januari 2009

Konflik Palestina-Israel

Oleh Iwan Firman Widiyanto

Hari ini ada diskusi dengan tema " Solidaritas Untuk Palestina " di mitra Graha (16/1). Pada intinya sang pembicara hendak memberikan perspektif yang seobyektif mungkin konflik Israel Palestina guna mengantisipasi potensi konflik antaragama di Indonesia

Konflik Palestina merupakan konflik politik. Berbicara mengenai Israel yang mencari tanah airnya dengan gerakan Zionisnya dengan dibantu Inggris mengusir penduduk palestina. Di pihak lain Palestina berusaha untuk mempertahankan kedaulatannya sebagai bangsa.

Dinyatakan bahwa 30-40% penduduk palestina merupakan orang yang beragama Kristen. Pakar sejarah universitas Sanata Dharma Baskara T Wardaya menulis di Kompas bahwa pejuang-pejuang kemerdekaan untuk Palestina dalam peran diplomasi di dunia Internasional kebanyakan justru beragama Kristen.

Disisi lain penduduk Israel yang beragama Kristenjustru tidak lebih dari 3 % selebihnya bergama Yahudi.

Dengan kenyataan tersebut maka tidaklah relevan dan masuk akal apabila konflik Israel-Palestina berimbas dengan terjadinya konflik Islam-Kristen di Indonesia.

Masalahnya pada tataran Grass Root umat Islam maupun Kristen di Indonesia dan bahkan di dunia sudah terlanjur termakan sentimen yang kontra produktif dalam upaya pengembangan perdamaian. Ini semua dihasilkan oleh interpretasi teologis yang tidak tepat di masa lalu.

Sentimen negatif yaitu kebencian terhadap Israel dimiliki oleh akar rumput muslim. Berkaitan dengan nas-nas kitab suci yang melihat Israel sebagai pembangkang ALLAH. Sentimen ini kemudian berimbas pada pandangan bahwa Kristen dekat dengan sejarah atau tradisi Israel. Oleh karena itu pelampiasan kebencian umat muslim dengan agresi Israel bisa berimbas kepada orang Kristen di Indonesia.

Sedangkan sentimen positif yaitu kecintaan terhadap Israel diyakini oleh akar rumput Kristen karena Israel dianggap sebagai umat perjanjian Allah. Sehingga sekejam apapun perilaku Israel terhadap orang Palestina sepertinya begitu mudah untuk dimaklumkan. Akibatnya orang Kristen di Indonesia yang menghayati sentimen tersebut menjadi tidak terketuk hatinya meski melihat korban di Palestina hingga hari ini sudah mencapai 1100 orang, korban terbanyak adalah anak-anak dan perempuan. Bahkan barangkali mendoakan dalam hati agar Israel segera memenangkan perang ini.

Maka perlu kiranya para tokoh agama baik Islam maupun Kristen memberikan perspektif yang berimbang kepada umat berkaitan dengan konflik Israel -Palestina. Menyadarkan bahwa sesungguhnya konflik tersebut bukanlah konflik agama melainkan politik. Konflik tersebut juga berkaitan dengan pemilu baik diIsrael maupun di palestina yang akan segera diadakan.
Pemerintahan Israel yang sekarang ingin mendongkrak popularitas dimata rakyatnya dengan perang melawan Hamas, sehingga berharappemilu mendatang rakyatnya memilihnya kembali. Sedangkan pemerintahan Palestina juga memaklumkan perang tersebut terus berjalan agar Hamas sebagai buruan Israel dapat dikalahkan. Sehingga pada pemilihan yang akan datang pemerintahannya tetap terpilih karena tidak mempunyai saingan politik.

Oleh karena itu ada beberapa hal yang dapat dilakukan tokoh agama berkaitan dengan upaya meredam konflik antar agama diIndonesia berkaitan dengan konflik Israel-Palestina yaitu sebagai berikut.
Pertama, perlu mereinterpretasi nas-nas kitab suci yang mendukung sentimen yang kontraproduktif bagi upaya perdamaian. Perlu memberikan makna baru kepada grass root tradisi teologis yang lebih pro perdamaian bagi kemanusiaan.
Kedua, perlu mewartakan narasi-narasi yang pro perdamaian. Misalkan bahwa yang melakukan aksi protes terhadap agresi Israel tidak hanya orang muslim saja namun orang beragama lain dari eropa, amerika, perancis dll yang notabene beragama Kristen. Bahwa penduduk KristendiPalestina juga menjadi korban agresi Israel. Bahwa banyak pejuang-pejuang kemerdekaan palestina merupakan orang-orang Kristen.

Hal semacam itu tidak dapat diabaikan karena realitasnya konflik antaragama di Indonesia terjadi karena kedangkalan wawasan politik dan pengetahuan teologi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar