Jumat, 11 Desember 2009

KEHILANGAN ARAH GEREJA ?

OLeh Iwan Firman Widiyanto, M.Th.

Banyak pelayan gereja tiba-tiba saja merasa kehilangan arah. Seperti seorang yang tersesat di tengah hutan tidak tahu hendak menuju kemana untuk mencapai tujuan. Bahkan yang dinamakan tujuanpun kadangkala menjadi lupa. Serasa otak menjadi kosong karena terserang kepikunan. Hal semacam ini seringkali dialami oleh para pegiat gereja. Entah itu terjadi karena kesibukan rutinitas gereja atau kepenatan menghadapi masalah-masalah yang tidak perlu sehingga menghantarkan seseorang itu dalam taraf kejenuhan yang luarbiasa. Saat itulah arah yang jelas menjadi kabur dan bahkan tak terlihat karena tertutup awan gelap gulita kehidupan.

Wejangan dari John Stott dalam bukunya The Living Church [2007] cukup mampu menyeruak tirai gelap yang menyelubungi arah bergereja. Gereja harus menjadi gereja yang hidup, demikian Stott berpendapat. Gereja perlu melongok kebelakang belajar pada kehidupan jemaat mula-mula seperti yang tercatat didalam Kisah Para Rasul 2:41-47. Sebuah gereja yang sangat dinamis dan menggairahkan. Hingga Alkitab mencatat perkembangannya yang sangat pesat “Tiap-tiap hari Allah menambahkan jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan“(ay.47).

Gereja Yang Belajar

Jemaat perdana adalah jemaat yang memiliki antusiasme untuk mendengarkan pengajaran para rasul. Dikatakan bahwa jemaat “bertekun dalam pengajaran” (ay.42) itu berarti ada gairah yang luarbiasa untuk belajar memahami dan mengerti Firman Tuhan. Kehendak kuat untuk terus belajar akan mendukung proses pendewasaan karakter mental dan rohani jemaat. Sehingga jemaat dapat berpikir kritis dan secara mandiri mampu menghadapi segala tantangan kehidupan. Jemaat yang mandiri secara teologi tentunya akan menjadi energi tersendiri untuk mencapai kemajuan gereja secara optimal.

Gereja Yang Mengasihi

Gereja yang hidup juga diselimuti oleh iklim kasih yang kuat. Hal itu ditunjukkan oleh jemaat perdana. Mereka membagi-bagikan harta mereka kepada saudara yang lain yang membutuhkan (45). Ikatan kekeluargaan mereka menjadi sangat kental ditunjukkan dengan perjamuan bersama yang dilakukan di rumah masing-masing dengan tulus hati, bukan dengan beban berat. Apa yang harus mereka berikan atau persembahkan untuk komunitas di lakukan dengan penuh kegembiraan.

Kehidupan yang sungguh menarik karena egoisme tidak mendapatkan tempat didalamnya. Orang saling memperhatikan dan mempedulikan. Saling membantu dan menopang. Hidup terasa lebih ringan karena tidak merasa berjalan seorang diri meski kenyataan hidup sangat mengeringkan tulang-belulang.

Gereja Yang Beribadah

Tiap-tiap hari mereka berkumpul dalam bait Allah untuk beribadah. Seperti ibadah bukanlah menjadi beban. Tetapi sebaliknya menjadi sebuah kesukaan. Hati terasa sangat rindu untuk menghadap rumah Tuhan (ay.46). Menjadi refleksi bagi gereja masa kini bagaimana menghadirkan ibadah yang benar-benar hidup. Mampu menyentuh dan mendorong hati jemaat untuk menyatu dengan yang Ilahi. Ibadah yan menimbulkan rasa takjub syukur dan kekaguman kepada sang pemelihara kehidupan.

Gereja Yang Mengabarkan Injil

Gereja yag hidup juga merupakan gereja yang tidak lupa untuk mengabarkan Injil. Jemaat perdana secara kuantitas bertambah karena aktifitas pekabaran Injilnya yang berhasil. Injil adalah kabar sukacita. Hidup dari jemaat sendiri merupakan pekabaran Injil yang sangat efektif. Alkitab mencatat bahwa kehidupan jemaat perdana sangat disukai oleh semua orang (47). Itu artinya kehidupan jemaat membuat orang lain sukacita dan senang. Mungkin jemaat perdana dilihat dari karakteristiknya yang ringan tangan dan peduli kepada orang lain itulah yang menyentuh dan akhirnya menarik orang untuk bergabung didalam komunitasnya. Jemaat perdana menginjil tidak hanya dengan kata-kata namun juga melalui hidup yang berbuah baik bagi orang lain. Perbuatan baik yang dilakukannnya itulah yang justru berbicara banyak dan sangat meyakinkan orang untuk menjadi satu tubuh bersama dengan Kristus.

Paling tidak empat arah hasil perenungan John Stott ini mampu menyegarkan dan menggairahkan para pegiat gereja untuk menata ulang kehidupan jemaatnya. Semoga saja menjadi gereja yang benar-benar hidup bukan gereja yang kelihatannya hidup tetapi mati, gersang , kering dan mengerikan. Hidup dan berjalan tetapi mati, Hiiiiii.... seperti Mumi.

Jumat, 31 Juli 2009

DI TANGAN TUHAN ADA KEBERHASILAN

(Kej.24:1-67)

Abraham merasa sudah sangat tua, hatinya mulai gelisah manakala melihat anaknya Ishak belum mendapatkan pasangan hidupnya. Maka sebelum ajal menjemputnya diutuslah hambanya, eliezer, untuk mencarikan Ishak seorang istri. Namun Abraham berpesan dengan sangat agar calon mantunya nanti adalah orang yang berasal dari kaum leluhurnya di Haran. Padahal jarak antara Haran dengan Kanaan, tempat tinggalnya saat itu, sekitar 300 km, sebuah perjalanan yang sangat jauh untuk ukuran pada jamannya dengan tantangan yang cukup besar. konon perjalanan jarak jauh dipadang gurun seringkali menghadapi ancaman perampokan, terjebak dalam perang antar suku, ataupun badai pasir yang mematikan.

Si Eliezer sendiri semula ragu dengan keberhasilan perjalanan itu, Ia mengusulkan untuk membawa serta Ishak dalam misinya namun Abraham menolaknya. Abraham meyakinkan Eliezer bahwa Tuhan sendirilah yang akan membuat perjalanannya berhasil. Bagi Abraham pencapaian tanah Kanaan merupakan perjalanan iman yang sangat penting sehingga Ishak sebagai satu-satunya keturunan yang dijanjikan Tuhan untuk menduduki negeri tidak boleh melakukan perjalanan mundur ke Haran, terlalu berisiko, bisa-bisa Ishak tidak kembali ke Kanaan lagi, barangkali demikan pikir Abraham.

Akhirnya Eliezer berangkat juga ke Haran, kota Nahor saudara Abraham. Eliezer mewarisi keyakinan Abraham bahwa Tuhan sendirilah yang akan membuat perjalanannya berhasil. Setelah disertai Tuhan dalam perjalanan panjang penuh resiko sampailah Ia di pinggiran kota dekat mata air tempat para perempuan menimba air. Iapun menyerahkan keberhasilan misinya hanya kepada Tuhan. Ia meminta tanda bahwa perempuan yang sudi memberi dia dan unta-untanya minum adalah calon istri Ishak. Persis setelah Eliezer berdoa muncullah Ribkah hendak mengambil air. Setelah itu Eliezer menyapa ribkah dan meminta air kepadanya. Ribkahpun memberinya air beserta dengan unta-untanya. Persis seperti tanda yang diminta oleh Eliezer.

Kadang-kadang kita diperhadapkan dengan tugas,tanggungjawab, harapan, atau cita-cita yang terlihat demikian sulit. Bahkan didepan mata fana yang nampak adalah sebuah perjalanan yang penuh dengan kesulitan dan tantangan yang berat. kadangkala

Senin, 16 Maret 2009

The God Is Not God

Oleh Iwan Firman Widiyanto

The true God is not God, the bad God is not God, the Just God is not God, the unjust God is not God, the God of scripture is not God. The only one God is not God, the plural God is not God. There is no word, no language, no concept, or no literary could make the clear understanding of the God. God beyond of the human category.

Although I still study the scripture not to find the God of scripture but the God beyond the scripture, the unlimited God, the creative God, God of the creation.

Although I still study the concepts of God untill now not to find the God of the concepts but the God beyond of the human concepts.

the essential of God is could not be touched by the human but we can experience and feel the "energiea" or the work or the present of the God as far as God want to explore him/her self.
[God is him or her ? No... No... God is not him or her. Congratulation.....You must be crazy to understand God !]

Minggu, 08 Februari 2009

BERKELAHI DENGAN TUHAN

Seorang teman mengajaknya berkelahi
Untuk sebuah birahi
Tapi dia kalah
Pasrah
Karna Tuhan bukan kuman tapi pahlawan

Kalau aku temannya Tuhan di depan
Di belakang ku cekik Dia sebagai lawan
Begitupun aku kalah
Menyerah
Karna Tuhan bukan tembok
Yang diam jika ku tonjok

Tuhan tak tertandingi
Meski kuciptakan Tuhan dari konsep canggih teologi

Akhirnya Tuhan menghela nafas
Seketika aku terhempas
Otakku berceceran dijalanan
Isi perut berhamburan
Tubuh kaku
Jadi debu

Angin datang
Debu melayang
Karna sayang
Debu ditangkap
Jadi manusia lengkap
Itulah aku
Di cipta baru

by:iwan

MISTERI TAHU

Tahu adalah nafsu
Mengembara ke segala ujung sel ragamu
Menyatu darah menggetar jantung
Penyusun kefanaan hidup

Tahu itu ketidaktahuan yang dibedah kulit sukmanya
Kadangkala kekal tersembunyi
Banyak juga yang takjub memahami
Seperti jagad di sinar surya abadi

Manusia harus tahu
Karena itu separuh jiwanya
Sedang ketidaktahuan separuh yang lainnya

Tahu adalah ketentraman bagi ketidaktahuan
Namun juga bahaya bagi kemunafikan

Tahu membutuhkan perjuangan
Kekuatan rasionalitas dan rasa emosionalitas
Keberanian serta kerelaan

Tahu senantiasa memelukmu
Datang sewaktu-waktu

Hanya apakah kau sadar
Tahu telah menciummu ?

By: Iwan

Jumat, 16 Januari 2009

Konflik Palestina-Israel

Oleh Iwan Firman Widiyanto

Hari ini ada diskusi dengan tema " Solidaritas Untuk Palestina " di mitra Graha (16/1). Pada intinya sang pembicara hendak memberikan perspektif yang seobyektif mungkin konflik Israel Palestina guna mengantisipasi potensi konflik antaragama di Indonesia

Konflik Palestina merupakan konflik politik. Berbicara mengenai Israel yang mencari tanah airnya dengan gerakan Zionisnya dengan dibantu Inggris mengusir penduduk palestina. Di pihak lain Palestina berusaha untuk mempertahankan kedaulatannya sebagai bangsa.

Dinyatakan bahwa 30-40% penduduk palestina merupakan orang yang beragama Kristen. Pakar sejarah universitas Sanata Dharma Baskara T Wardaya menulis di Kompas bahwa pejuang-pejuang kemerdekaan untuk Palestina dalam peran diplomasi di dunia Internasional kebanyakan justru beragama Kristen.

Disisi lain penduduk Israel yang beragama Kristenjustru tidak lebih dari 3 % selebihnya bergama Yahudi.

Dengan kenyataan tersebut maka tidaklah relevan dan masuk akal apabila konflik Israel-Palestina berimbas dengan terjadinya konflik Islam-Kristen di Indonesia.

Masalahnya pada tataran Grass Root umat Islam maupun Kristen di Indonesia dan bahkan di dunia sudah terlanjur termakan sentimen yang kontra produktif dalam upaya pengembangan perdamaian. Ini semua dihasilkan oleh interpretasi teologis yang tidak tepat di masa lalu.

Sentimen negatif yaitu kebencian terhadap Israel dimiliki oleh akar rumput muslim. Berkaitan dengan nas-nas kitab suci yang melihat Israel sebagai pembangkang ALLAH. Sentimen ini kemudian berimbas pada pandangan bahwa Kristen dekat dengan sejarah atau tradisi Israel. Oleh karena itu pelampiasan kebencian umat muslim dengan agresi Israel bisa berimbas kepada orang Kristen di Indonesia.

Sedangkan sentimen positif yaitu kecintaan terhadap Israel diyakini oleh akar rumput Kristen karena Israel dianggap sebagai umat perjanjian Allah. Sehingga sekejam apapun perilaku Israel terhadap orang Palestina sepertinya begitu mudah untuk dimaklumkan. Akibatnya orang Kristen di Indonesia yang menghayati sentimen tersebut menjadi tidak terketuk hatinya meski melihat korban di Palestina hingga hari ini sudah mencapai 1100 orang, korban terbanyak adalah anak-anak dan perempuan. Bahkan barangkali mendoakan dalam hati agar Israel segera memenangkan perang ini.

Maka perlu kiranya para tokoh agama baik Islam maupun Kristen memberikan perspektif yang berimbang kepada umat berkaitan dengan konflik Israel -Palestina. Menyadarkan bahwa sesungguhnya konflik tersebut bukanlah konflik agama melainkan politik. Konflik tersebut juga berkaitan dengan pemilu baik diIsrael maupun di palestina yang akan segera diadakan.
Pemerintahan Israel yang sekarang ingin mendongkrak popularitas dimata rakyatnya dengan perang melawan Hamas, sehingga berharappemilu mendatang rakyatnya memilihnya kembali. Sedangkan pemerintahan Palestina juga memaklumkan perang tersebut terus berjalan agar Hamas sebagai buruan Israel dapat dikalahkan. Sehingga pada pemilihan yang akan datang pemerintahannya tetap terpilih karena tidak mempunyai saingan politik.

Oleh karena itu ada beberapa hal yang dapat dilakukan tokoh agama berkaitan dengan upaya meredam konflik antar agama diIndonesia berkaitan dengan konflik Israel-Palestina yaitu sebagai berikut.
Pertama, perlu mereinterpretasi nas-nas kitab suci yang mendukung sentimen yang kontraproduktif bagi upaya perdamaian. Perlu memberikan makna baru kepada grass root tradisi teologis yang lebih pro perdamaian bagi kemanusiaan.
Kedua, perlu mewartakan narasi-narasi yang pro perdamaian. Misalkan bahwa yang melakukan aksi protes terhadap agresi Israel tidak hanya orang muslim saja namun orang beragama lain dari eropa, amerika, perancis dll yang notabene beragama Kristen. Bahwa penduduk KristendiPalestina juga menjadi korban agresi Israel. Bahwa banyak pejuang-pejuang kemerdekaan palestina merupakan orang-orang Kristen.

Hal semacam itu tidak dapat diabaikan karena realitasnya konflik antaragama di Indonesia terjadi karena kedangkalan wawasan politik dan pengetahuan teologi.

Selasa, 13 Januari 2009

Tuhan Dimana…

By: Iwan Firman Widiyanto, M.Th.



Tiba-tiba suara suara itu datang

Tak diundang

Memaksa

Untuk

Didengar

Dan

Diperhatikan

Sangat pelan

gruduggruduggruduggrudug

Pelan

GrudugGrudugGrudugGrudug

…………………………………

Ah kereta Api sepagi ini ?

……………………………….

Sedikit keras

GruDUGGruDUGGru DUGGruDUG

Lho…Eh..Lho..Eh

Kereta api kok nyasar ke kamar ?!

Keras

GRUDUG! GRUDUG! GRUDUG! GRUDUG!

Matakupun tak bisa berlama-lama menutup diri

Meski kehangatanmu memanja jiwa yang lelap

Saraf reflek bergerak menebak bahaya

Aku melompat menuju daun pintu

………………………………….

Suangat Kueras, Swear dech!!

GRUDUG!! GRUDUG!! GRUDUG!! GRUDUG!!

Daun pintu terkunci, bergetar, bergoyang, berbayang

Kucoba raih

Gagal

Kucoba

Terus

Lebih fokus

Dan

Klek

Terbuka

Melompat keluar

GROMBYANG!!

PRANG !!

GEDEBUG!!

BEG!!

……………………

GRUDUG!! GRUDUG!! GRUDUG!!

Oh, motorku ‘njempalek’1

Aku lompati motorku

Dan

Keluar

Gempa…………gempa……….gempa……….

Bersahut-sahutan bak iringan kematian


Yogyakarta, Sabtu, 27 Mei 2006

Jam 05.45 WIB


Bumi bergoyang seperti kapal terhempas ombak. Orang-orang berhamburan bagai semut berpendar karena sarang yang dikoyak tangan nakal. Aku lihat Aka, temanku itu, sudah keluar dari kamarnya. Hatiku lega melihatnya, karena masih punya kesempatan mengakalinya. Ibu kos menangis, wajahnya pucat pasi. Ia berjalan mondar-mandir melihat bangunan rumahnya retak-retak. Tak henti-henti mulutnya berkomat-kamit. Bukan mantra pengusir gempa namun keluhan yang membahana surga. ”Duh Gusti, Piye kok isa ngene...Apa salah saya, apa dosa saya.......” ”Terus piye....Siapa yang akan membangun rumah ini”


Ibu kos layak gresula seperti itu. Masalahnya ia hidup hanya dari tiga kamar kos dan sebuah warung kelontong kecil. Dengan penghasilan itu Ia harus menopang lima orang jiwa yang ada di rumahnya. Yaitu Ia sendiri dengan suaminya, seorang anak perempuannya dengan bocah laki-laki kecil yang ditinggal ayahnya merantau ke pulau di seberang lautan tempat matahari terbenam, serta gadis perawannya yang baru lulus SMA. Memang ada tambahan penghasilan dari pensiunan suami sebagai mantan pegawai bengkel kereta api. Namun untuk perbaikan rumah penghasilan tersebut jelas masih sangat kurang. Satu-satunya jalan ia hanya bisa berharap pada anak-anaknya yang telah mengembara di kota-kota besar. Tapi toh anak-anaknya tersebut juga hidup pas-pasan dengan beban keluarganya masing-masing.


Aku tidak tahu bagaimana tanggapan Tuhan atas keluhan si Ibu kos dengan kondisi yang semacam itu.

Mungkin Tuhan di Surga sedang duduk di tahta

Membungkuk sambil manggut-manggut mengusap jenggot

Bak menonton program Reality Show dengan adegan dramatis di Bumi

Yang memasarkan dagangan Emosi dan penderitaan jiwa-jiwa

Ataukah

Tuhan justru ada diantara kita manusia

Kepalanya bocor tertimpa batu bata

Sehingga Shock dan tidak bisa berkata-kata

Tuhan gegar otak ?

Aku hanya berharap mudah-mudahan saja Tuhan tidak koma


Tiba-tiba seorang laki-laki berlari dari jalan besar menelusuri gang di depan kos kami. Ia berteriak ”Tsunami, ada tsunami...” Lalu orang-orang serempak bertanya satu dengan yang lain ” Dimana ada tsunami..dimana....?” Orang lainnya menyahut ”Di kota....di kota, banyak orang berlarian dari arah selatan menuju utara” seketika itu tubuhku bergidik kencang. Ibu Kos semakin panik. ”Pak...piye iki pak, ayo cepat mengungsi”. Bapak kos pucat pasi, namun tetap mencoba untuk bersikap tenang. ”Sudah sana cepat kalau mau mengungsi. Uwis ora apa-apa. Bapak akan tetap disini. Kalau memang harus mati ya sudah, kehendak Tuhan” Dengan berurai air mata Ibu Kos berkata ”Ayo pak..Nek di kandani kok ngeyel ! Puteri ! ayo cepat siap-siap, kita harus segera mengungsi” Saat itu para tetangga beserta dengan keluarganya sudah bergegas hendak mengungsi. Mereka membawa barang apapun juga yang dapat dibawa.


Aku tak habis pikir, bagaimana mungkin tsunami dapat mencapai kota. Padahal jarak pantai selatan dengan pusat kota kurang lebih sekitar 25-30 km. Kalaupun terjadi tsunami maka air dari pantai selatan harus mampu menenggelamkan perbukitan kecil di sebelah utaranya sebelum mencapai pusat kota. Kalau hal itu sampai terjadi, yah...kiamat. Pikiranku berkecamuk. Penasaran mendesak-desak kesadaran, membuatku berkeputusan untuk membuktikan isu bencana tsunami. Lalu Aku berteriak pada Aka ”Ka, yuk kita lihat situasi sekitar. Sampai dimana tho airnya...” ”Ya cepat gun..” Sahut Aka


Setelah pamit dengan Bapak dan Ibu kos Aku dan Aka berboncengan menuju kota. Di sepanjang jalan berbondong-bondong massa menuju arah utara. Seperti sebuah kampanye partai. Namun wajah-wajah mereka adalah wajah kecemasan. Ada seorang Bapak dengan seorang anak laki-laki berumur tujuh tahun duduk di bagian depan sepeda motor. Seorang anak lagi tiga tahun lebih besar, seorang perempuan, di tengah antara Ia dan Istrinya yang menggendong seorang bayi dengan selendang. Di samping kanan dan kiri motor bergelantungan tas yang berisi pakaian dan peralatan sehari-hari untuk mengungsi. Anak yang berada di bagian depan membawa guling dan bantal masing-masing satu buah. Saya jadi ingat ketika pindahan kos dengan Aka. Duh betapa repotnya...

Banyak juga yang membawa mobil penuh dengan perabotan, di kap atas dimuati kasur dan segala peralatannya. Ada juga seorang laki-laki yang mengayuh becak mengungsi dengan keluarganya. Istrinya, matanya sembab..merah...


Teganya Kau gempa...Membuat matanya merah sembab berurai air mata

Tidak tahukah kau bahwa Ia sudah terlalu sering menangis

berjuang mengepulkan asap dapur

agar anaknya lebih panjang umur melihat dunia

Kesedihan yang tak berbatas...


ada yang naik sepeda, tapi ada juga yang jalan kaki. Tubuh mereka lusuh nampak kalau baru bangun tidur langsung bergegas pergi. Tak sempat mempercantik diri.


Di perempatan jalan Solo, di depan Galleria Mall, di samping rumah sakit Bethesda jalanan macet. Dua petugas polisi kerepotan mengatur lalu lintas. Polisi itu berteriak keras kepada setiap orang yang lewat ”Tidak ada tsunami, tidak ada tsunami...itu hanya isu !” Seakan dia tak peduli apakah suara gagahnya didengar orang atau tidak oleh sebab riuhnya suara-suara massa.


Aku dan Aka terus menuju arah selatan melawan arus massa. Melewati lempuyangan terus ambil arah ke timur dan selanjutnya ke selatan lagi. Di sepanjang jalan kami lihat kedahsyatan alam melawan peradaban. Aku lihat kerumunan pejalan kaki, masing-masing dengan sanak kerabatnya. Ku lihat nenek-nenek tua kepalanya bocor bersimbah darah duduk di atas bak sebuah truk untuk mengungsi. Lamat-lamat dari kejauhan Aku melihat mayat-mayat yang ditata rapi di depan sebuah masjid. Oh seperti barisan mayat ! Mayat-mayat itu ditutupi kerudung seadanya. Ada yang ditutupi kain selimut, jarik, pakaian dan sebagainya. Ada seorang Ibu yang menangis histeris sambil berjalan di samping jasad seorang laki laki yang digotong oleh beberapa orang. Barangkali itu adalah suaminya yang mati. Jasad lelaki itu dipenuhi dengan debu tanah berwarna keputihan, nampaknya dia baru saja diangkat dari reruntuhan. Ada sedikit bercak darah karena luka memar di pelipisnya. Matanya menutup, wajahnya terlihat tenang...


Engkau bahagia sekarang...Lebih bahagia daripada segala yang hidup

Apakah Engkau masih bisa bahagia jika melihat istrimu jadi gila

Apakah engkau masih bahagia jika melihat anak-anakmu yang membeku

karena lapar dan dingin bersahabat di bawah atap tenda seadanya

beralaskan gombal-gombal pengelap luka


Aku sudah tidak tahu lagi di mana posisi kami sekarang. Aku lewati sebuah pasar di sekitar Imogiri yang hancur luluh. Kulihat beberapa orang pemiliknya mengais barang dagangan yang bisa diselamatkan. Lalu Aku dan Aka masuk ke sebuah gang kampung. Bulu kuduk terasa berdiri. Hati menjadi kelu. Kulihat rumah-rumah porak-poranda. Para pemiliknya duduk-duduk dan ada yang berbaring karena sakit di sepanjang jalan gang yang kami lewati. Akhirnya kami menghentikan laju motor karena tidak bisa meneruskan perjalanan di gang yang penuh sesak dengan pengungsi. Kami berbalik menuju jalan utama. Meneruskan perjalanan ke selatan....terus ke selatan, seperti ada yang menuntun kami kesana ...ada apa dengan selatan...batinku.


Ku lihat orang-orang lebih suka bergerombol, duduk-duduk di tanah, di pinggiran sawah atau di lapangan sepakbola. Banyak juga yang mendirikan tenda sementara di dataran yang lebih tinggi. Gempa masih sering datang meski kekuatannya semakin mengecil. Namun cukup membuat orang panik. Kadang-kadang Aku lihat kerumunan orang berpendar sambil berteriak-teriak. Itu tandanya gempa sedang terjadi lagi. Aku dan Aka tidak begitu merasakannya karena kami berada di atas kendaraan yang terus melaju. Setelah melewati daerah Imogiri kami terus ke selatan hingga menembus jalan Parangtritis di sebelah selatan jembatan yang sangat panjang.


Keingintahuan kami nampaknya mengalahkan segala rasa takut yang ada dalam diri. Di jalan kami berdiskusi memprediksi jumlah korban seluruhnya. Ya saat itu kami sudah memprediksi sekitar ribuan orang di seluruh jogja yang mati karena gempa melihat kerusakan yang parah di Imogiri dan sekitarnya.


Jalan Parangtritis nampak lenggang. Barangkali orang-orang telah berlari menyelamatkan diri ke utara. Namun kami melihat kerumunan massa di lereng-lereng bukit, di sebelah timur jalan raya. Rumah-rumah di sekitar jalan Parangtritis ke arah selatan nampaknya tidak mengalami kerusakan yang parah. Ya...paling-paling genteng yang melorot dari tempatnya.


Ketika kami sampai di tempat wisata pantai Parangtritis, suasana yang lenggangpun semakin terasa. Hanya terlihat satu dua orang duduk-duduk menjaga warungnya. Namun secara umum warung-warung atau kios-kios cenderamata yang biasanya ramai sekarang tutup. Bangunan disanapun nampak biasa saja, seolah tidak terpengaruh oleh gempa. Aku lihat satu dua bangunan yang gentengnya sedikit bergeser. Yah...seperti tidak terjadi apa-apa namun memang sepi. Aku dan Aka mulai memasuki jalan berpasir menuju pantai. Kami melihat jam tangan menunjuk pukul 8 pagi. Matahari sudah menyengat disana. Aku parkir motor dan berjalan kaki menuju gubuk-gubuk yang biasanya untuk berjualan. Semua warung yang ada di situ tutup, sepi. Di pantai yang biasanya penuh dengan wisatawan sekarang hanya beberapa orang saja, dapat dihitung dengan jari. Barangkali mereka adalah jenis yang sama dengan kami, jenis para petualang, pemburu jawaban atas hasrat keingintahuan. Beberapa dari mereka membawa kamera photo. Jepret sana jepret sini. Gubuk-gubuk terlihat masih utuh. Lalu Aku mendekati seorang lelaki muda yang duduk menghadap pantai. ”Sudah dari tadi mas...” tanyaku. ”Nggak... barusan saja. Kata orang tadi pagi disini sudah ramai dengan wisatawan, namun tiba-tiba airnya pasang sedikit. Orang-orang panik. Setelah pasang beberapa menit kemudian terjadilah gempa. Orang-orang berlarian menyelamatkan diri. Mereka yang di hotel langsung saja Chek out. Para pedagang juga segera menutup dagangannya. Pokoknya mereka melarikan diri. Takut bencana Tsunami datang seperti kejadian di Aceh” Demikian lelaki itu menjelaskan.

Kenapa Sayang...Kenapa Engkau marah...

Atau Kau hanya sekedar ingin bersenang-senang

Mana yang benar sayang

Geliatmu sangat mahal harganya

Tarianmu mengeringkan air mata

Wahai juwitaku tenanglah kau terlihat lebih cantik kalau diam

Engkau lebih menyenangkan jika menjadi puteri tidur sepanjang masa

Dengarlah rayuanku nikmatilah suara merduku

Kan ku elus tubuh sintalmu supaya engkau tetap terlelap


Setelah berterima kasih atas infonya Aku menuju bibir pantai. Membungkuk, mengoleskan jari di garis batas bekas air pasang. Garis tepi itu memanjang membelah pantai dari timur hingga barat. Dari garis itu dapat diperkirakan air menuju daratan sejauh lima puluh meter. Lalu ku lempar pandanganku diantara ombak yang bergolak. Menyisir ke bagian sebelah timur. Kulihat lelaki kekar, seorang diri, kulitnya hitam mengkilap dihantam mentari, bertelanjang bulat berjalan kearah lautan. Dia berteriak-teriak seperti hendak menantang penguasa samodra yang bersembunyi diantara gulungan ombak. Lalu dia mandi di semburannya, seakan bergulat menghabiskan amarah dan dendam. Setelah puas Ia berjalan menuju daratan, menghampiri motornya. Dan mengenakan pakaiannya.


Mungkinkah Ia salah seorang yang terluka hatinya olehmu puteri...gempa ?


Aku dan Aka melanjutkan perjalanan pulang ke jogja melewati sepanjang jalan Parangtritis. Lima belas kilometer dari pantai mulai tampak pemandangan yang tidak berbeda dengan di Imogiri. Mayat-mayat di jejer di tepi sawah. Rumah-rumah hancur berantakan. Orang-orang duduk-duduk seadanya di pinggir jalan. Darah segar masih sangat jelas menghiasi tubuh. Sebuah bangunan badan keuangan daerah yang kelihatan kokoh atapnya miring sekitar 45 derajad. Dari jalan genting atap Gedung Institut Seni Indonesia porak poranda. Kemudian memasuki pojok Beteng Kidul, di sebelah kanan jalan, bangunan bertingkat Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kerjasama Yogyakarta retak parah. Jikalau ada sekali lagi gempa dengan kekuatan yang sama pastilah gedung itu rubuh dengan tanah. Orang-orang tertegun menyaksikan kehancuran yang dahsyat.

Di sepanjang jalan lokasi kerusakan seperti meloncat-loncat. Kadangkala sekelompok bangunan di sebelah kiri jalan hancur, namun bangunan di seberangnya aman-aman saja atau sebaliknya dan seterusnya. Barangkali hal itu dikarenakan oleh jalur patahan di dalam tanah tidak teratur.

Dari dalam sebuah mobil, terdengar pengumuman yang dilontarkan oleh seseorang dengan memakai corong speaker ”Bapak/Ibu tidak usah ke Rumah Sakit karena disana sudah tidak sanggup menampung pasien lagi”. Wah betapa banyaknya korban yang berjatuhan akibat gempa ini, Sehingga rumah sakitpun sudah tidak sanggup menampung. Bagiku ini pengalaman pertama menghadapi bencana yang tidak akan terlupakan.


Selanjutnya Aku dan Aka menuju rumah sakit Bethesda. Bukan main...rumah sakit telah menjadi laksana pasar. Ramai sekali. Para korban gempa dibaringkan berjejeran di ruang parkir yang berlantaikan paving. Kamar-kamar di rumah sakit itu sudah penuh. Pemandangan yang sangat mengharukan. Seorang nenek tua terluka kepalanya. Ia terbaring menengadah ke langit, tatapannya kosong, nafasnya tersendat-sendat, tak berdaya, pasrah...Ia ditunggui oleh seorang cucu laki-lakinya, yang memijat-mijat ringan kaki-kaki rentanya. Disisi yang lain seorang Ibu menggendong bayi kecilnya, duduk termenung, air matanya telah mengering, barangkali sudah dihabiskan oleh tangisan tiada tara, tadi pagi waktu suaminya mati. Pundaknya memar, bercak darah merah kehitaman, darah beku, menggumpal di antara lukanya. Di sisinya mayat seorang lelaki. Wajah hingga dada ditutup kertas koran. Itulah sang suami yang membuat hatinyanya teriris-iris.


Oh..Penderitaan...


Beberapa perawat dibantu dengan mahasiwa/i keperawatan berpencar menolong mengurangi kesakitan korban. Mereka memberi suntikan penenang, menginfus, membalut luka, dan sebagainya.


Tangan-tangan trampilmu membawa cinta

Kasihmu kan dicatat di buku zaman

Tidakkah Kau tahu siapa yang kau sentuh lukanya...

Niscaya kau akan bahagia jika mengenalNya


Batinku tersiksa...Apa yang dapat kulakukan ? Hingga Ia menuntunku pada jalanNya...


Tuhan Dimana...

JawabNya, ”Aku diantara yang terluka”

Mengapa ada gempa..mengapa ada tangisan...mengapa ada kesedihan...

Mengapa ada pembantaian besar-besaran...Mengapa ada...

Dimanakah kebahagiaan...

Tuhan Diam

...

Hanya tanganNya membalut yang terluka






Prinsip Resiprokal

Oleh Iwan firman Widiyanto, M.Th.



Relasi manusia banyak mengandung interaksi yang bersifat saling mempengaruhi(persuasi). Di dalam keluarga dapat kita temukan ibu berusaha dengan berbagai cara membujuk anaknya makan, mandi, merapikan mainan dan belajar. Dalam perdagangan seorang pengusaha memasang iklan, pedagang dipasar menawarkan dagangannya. Bidang pendidikan guru mengajar muridnya, pendeta mendidik jemaatnya. Bidang politik politisi melakukan lobby publik dan lain sebagainya.

Demikian sangat penting proses persuasi dalam kehidupan. Orangpun sudah banyak melakukannya entah secara sadar atau tidak sadar dalam hal yang sederhana atau bahkan dalam membuat persetujuan yang signifikan. Artikel ini hendak memperlengkapi pengetahuan yang sudah dimiliki mengenai persuasi. Memberikan prinsip-prinsip dasar untuk mengembangkan proses persuasi yang efektif. Dilengkapi dengan ilustrasi-ilustrasi yang menarik dari hasil penelitian serta dari konteks masyarakat sendiri.


Memanfaatkan Prilaku Mekanik

Setiap mahluk hidup baik hewan maupun manusia mempunyai perilaku mekanik. Yang dimaksud adalah perilaku otomatis yang berkembang melalui kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan dalam pengalaman hidup. Perilaku mekanik ini berkembang secara alami untuk menentukan keputusan secara efektif. Artinya dengan perilaku ini mahluk hidup tidak memerlukan pemahaman yang lebih mendalam untuk memutuskan suatu tindakan tertentu ketika menghadapi persoalan. Ia cukup menggunakan bukti atau persepsi tunggal yang diterima selanjutnya secara otomatis memberikan responnya. Perilaku seperti ini menghasilkan tanggapan yang cepat dan segera sifatnya.

Penelitian M.W. Fox terhadap induk Kalkun menunjukkan bahwa induk Kalkun dapat dipicu prilaku mekaniknya oleh suara chip-chip yang dikeluarkan oleh anaknya. Ketika anak Kalkun berbunyi chip-chip maka serta-merta sang induk akan menaungi dan melindunginya. Namun ketika anak itu diam maka sang induk Kalkun akan mengacuhkannya bahkan bisa melukainya. Suatu kali percobaan dilakukan dengan menempatkan musang-musangan yang diberi kaset perekam dengan suara anak Kalkun. Ketika musang-musangan tersebut mendekat dengan bersuara chip-chip maka induk Kalkun segera melindungi dan menaungi musang-musangan tersebut. Namun ketika musang-musangan tersebut didekatkan tanpa bunyi rekaman maka sang induk Kalkun segera menyerang dengan sekuat tenaga musang-musangan tersebut.

Sedangkan burung Murai dipicu prilaku mekaniknya oleh warna. Ia akan menyerang pohon perdu dengan hebat apabila di atas pohon tersebut diletakkan bulu warna merah seperti yang melekat di dada Murai yang lainnya. Namun ia akan mengacuhkan Murai-muraian yang di dadanya tidak ditempelkan bulu warna merah. Lain lagi dengan Kunang-kunang jantan jenis Photinus yang dapat dirangsang prilaku mekaniknya dengan gerakan kerlingan mata. Kunang-kunang jantan jenis Photinus seringkali menghindari kontak langsung dengan kunang-kunang betina jenis Photuris yang haus darah. Namun melalui pengalaman yang lama akhirnya kunang-kunang betina jenis Photuris menemukan kunci untuk menjebak kunang-kunang jantan jenis Photinus dengan cara menirukan kerlingan mata tanda berpasangan dari kunang-kunang betina jenis Photinus. Ketika kunang-kunang betina jenis Photuris mengerlingkan matanya maka kunang-kunang jantan jenis Photinus akan segera mendekat kedalam pelukan kematian kunang-kunang betina jenis Photuris.

Masih ada satu contoh lagi dari ikan Saber-Toothed Blenny yang memicu prilaku mekanik ikan besar dengan sentuhannya. Ikan ini memanfaatkan kerjasama yang baik di antara sekerumunan ikan kecil yang mengelilingi ikan besar. Ikan besar biasanya akan membiarkan ikan kecil pembersih masuk kedalam mulutnya untuk membersihkan jamur dalam giginya. Ikan besar itu akan membuka mulutnya dengan tenang dan menikmati goyangan yang dihasilkan ikan kecil pembersih. Biasanya ia akan memakan ikan yang masuk ke dalam mulutnya apabila ikan itu tidak menghasilkan efek goyangan pada mulutnya. Situasi ini dimanfaatkan oleh ikan Blenny untuk mengisi perutnya dengan daging dari ikan besar tersebut. Ia akan masuk ke dalam mulut ikan besar dan menghasilkan goyangan pada gigi-gigi ikan itu. Ketika ikan besar menikmati goyangan tersebut maka dengan secepat kilat ikan Blenny merobek daging dalam mulut dan segera melarikan diri sebelum ikan besar sempat menyadari kesakitannya.

Dari gambaran tersebut hewan dapat dirangsang perilaku mekaniknya dengan mengetahui kebiasaan-kebiasaannya yang paling mendasar. Hewan dapat dirangsang dengan suara (audio) seperti induk kalkun, penglihatan (visual) seperti yang dialami kunang-kunang dan burung murai, dan juga sentuhan (kinestik) seperti yang dialami ikan besar.

Selain pada hewan prilaku mekanik juga dimiliki oleh manusia. Seorang penjual permata sangat jengkel karena permatanya tidak laku. Berbagai usaha telah dilakukannya agar permata itu segera terjual. Lalu dengan kesal ia memasang tulisan di depan tokonya yang menyatakan bahwa permata tersebut dijual ½ kali harga rata-rata. Setelah itu dia pergi keluar kota. Setelah pulang dia tidak terkejut ketika mengetahui bahwa permatanya sudah terjual. Namun yang mengejutkannya adalah bahwa permata itu justru terjual seharga 2 kali lipat harga semula. Hal tersebut terjadi karena baik pembeli maupun karyawan tokonya melihat angka ½ yang ditulis penjual terbaca sebagai 2 kali harga rata-rata. Penjual tersebut bingung melihat fenomena seperti itu.

Peristiwa tersebut dapat diterangkan sebagai berikut. Bahwa penjualan tersebut dipengaruhi oleh perilaku mekanik pembeli. Dalam situasi ketidaktahuan mengenai kualitas permata yang baik maka pembeli akan memanfaatkan prinsip yang berlaku dalam masyarakat umum yang mengatakan bahwa mahal berarti berkualitas baik atau istilahnya ada harga ada barang. Ketika mereka membaca tulisan yang menunjukkan harga yang sangat mahal pada permata yang dipamerkan maka mereka langsung berasumsi bahwa permata tersebut mempunyai kualitas yang baik. Jadi penilaian mereka terhadap permata tersebut bukan berdasarkan kualitas intrinsik yang sesungguhnya dari permata itu namun berdasarkan asumsi publik.

Persuasi dengan memanfaatkan perilaku mekanik manusia sangat efektif dalam situasi tertentu. Yaitu ketika obyek sasaran tidak memiliki ketertarikan, waktu, energi, atau sumber kognitif untuk melakukan analisa komplet terhadap situasi tersebut. Atau ketika terburu-buru, tertekan, mengalami situasi ketidakpastian, tidak dapat membedakan, dalam keadaan terganggu dan sangat lelah. Dalam keadaan semacam itu seseorang cenderung kurang fokus terhadap informasi yang tersedia. Lalu mereka kembali kepada bukti tunggal yang primitif. Proses persuasi ini akan memanfaatkan kelemahan manusia tersebut dengan mengggunakan prinsip-prinsip timbal balik (resiprokasi), konsistensi, pembuktian sosial, rasa suka, otoritas, dan kelangkaan.


Prinsip Resiprokasi atau Timbal Balik

Prinsip persuasi ini memanfaatkan aturan yang berlaku sangat kuat dalam hubungan antar manusia yaitu bahwa ada kewajiban atau tanggung jawab bagi seseorang untuk membalas pemberian orang lain. Prinsip ini berlaku dalam banyak budaya dan bangsa didunia. Sehingga sangat efektif menggunakan prinsip ini kepada manusia dimanapun saja. Sebagai contoh dalam pengalaman bermasyarakat kita selalu ada perasaan keharusan untuk mengembalikan sumbangan orang lain atas dirinya dengan cara ganti memberikan sumbangan saat orang tersebut mempunyai kerja (pernikahan, khitanan, atau kado pesta ulang tahun ). Sumbangan yang diberikan minimal sebanding dengan yang diterima. Ia akan berusaha sedemikian rupa untuk membalas sumbangan bahkan kadangkala dengan cara utang apabila pada saat itu tidak memiliki apapun untuk disumbangkan. Prinsip ini berlaku sangat kuat dalam masyarakat sehingga orang yang tidak membalas sumbangan akan dianggap tidak tahu diri dan tidak tahu berterima kasih. Meskipun aturan semacam itu sendiri tidak tertulis secara resmi.

Prinsip ini terlukiskan dengan baik dari sebuah kisah yang terjadi pada perang dunia I. Seorang tentara Jerman diberi tugas untuk menculik prajurit musuh untuk diinterogasi. Untuk menjalankan tugasnya tentara ini harus melewati tanah tak bertuan (wilayah perbatasan diantara kedua belah pihak yang sedang berperang). Bagi gerombolan tentara pekerjaan melintasi wilayah tersebut sangatlah sulit. Namun bagi seorang tentara pilihan hal semacam itu tidaklah terlalu berat. Tentara Jerman ini telah berulangkali melakukan tugas semacam itu dan menemui keberhasilan. Oleh karenanya Ia diutus lagi untuk melakukan misi yang sama. Setelah berhasil melewati daerah yang tidak bertuan Ia berhasil menodongkan senjatanya dan melucuti seorang tentara musuh dalam tempat persembunyiannya. Namun ada hal yang tidak terduga terjadi. Dengan sikap pasrah tentara musuh itu memberikan sepotong roti yang masih dalam pegangan tangannya kepada tentara Jerman itu. Selanjutnya tentara Jerman menerima roti itu dan memakannya. Lalu Ia memutuskan untuk menggagalkan misinya dengan membatalkan misi penangkapan tentara musuh. Kemudian Ia kembali menyusuri tanah tak bertuan dan siap menghadapi kemurkaan dari atasannya.

Ini adalah contoh yang ekstrim dari sebuah tehnik resiprokasi. Sepotong roti saja bisa mempengaruhi seorang tentara untuk membatalkan misi utamanya. Bahkan membuat Tentara tersebut berani mengambil resiko menghadapi kemurkaan dari atasannya karena kegagalan misinya. Apa yang diperbuat tentara musuh barangkali sesuatu yang tidak disengaja. Dalam keadaan pasrah ia mencoba tehnik yang sederhana yang dapat dilakukannya saat itu juga. Yaitu dengan menyuap tentara Jerman dengan roti. Aksi spontan tersebut akhirnya menimbulkan perasaan iba sekaligus perasaan berutang budi dari tentara Jerman kepada tentara musuh. Kemudian membuatnya berkeputusan melepaskan musuhnya. Aksi pemberian roti itu nampak sederhana dan tidak sebanding dengan penggagalan misi tentara Jerman. Dalam kasus itu prinsip resiprokasi yang dihasilkannya bekerja sangat kuat. Faktor lain yang menentukan adalah waktu atau situasi yang tepat. Barangkali pada waktu itu tentara Jerman juga dalam keadaan sangat lapar setelah perjalanan panjang yang berat sehingga Ia membutuhkan makanan. Jadi ketika orang lain dapat memenuhi kebutuhan mendasarnya Ia menjadi patuh terhadap orang tersebut. Jadi prinsip resiprokasi akan sangat mujarab apabila timingnya tepat serta menyentuh kebutuhan yang sangat mendasar dari seseorang.

Prinsip ini juga banyak dipakai dalam dunia perdagangan. Biasanya perusahaan mengeluarkan free sample barang yang diproduksinya. Barang semacam itu sebenarnya tidak sekedar memberikan informasi tentang kualitas namun juga untuk menghasilkan efek kepuasan konsumen sehingga memacunya agar membalas jasa dengan cara membeli produk yang dipasarkan.

Berkaitan dengan tehnik ini Saya mempunyai pengalaman tersendiri. Pada suatu hari yang panas motor kehabisan Bensin di jalan Pandanaran-Semarang. Lalu Saya menuntun motor sejauh lima puluh meter menuju pom bensin terdekat. Saya sangat kepanasan dan keringat bercucuran. Ketika sampai di pom bensin saya semakin pasrah karena ternyata harus menunggu antrian panjang sambil bertahan dibawah terik matahari yang menyengat. Saat giliran mengisi bensin saya dikejutkan oleh prilaku petugas pom yang tidak lazim. Pertama-tama Ia mengucapkan selamat pagi. Kemudian dengan sopan menanyakan berapa jumlah bensin yang akan diisi. Selanjutnya sebelum mengisi tangki dengan bensin Ia meminta dengan ramah untuk melihat meteran pom yang dimulai dari angka nol. Ketika hendak mengisi Ia meminta maaf terlebih dahulu. Setelah menerima uang Ia mengucapkan terima kasih.

Saat itu juga rasa lelah dan kepanasan seakan-akan sirna. Saya sebagai konsumen merasakan penghargaan dan pelayanan yang sangat baik. Saya langsung berandai-andai meskipun saya harus mengantri lagi dan misalkan harganya lebih mahal sedikit tapi Saya tidak akan menyesal. Keramahan yang saya terima tersebut menimbulkan efek kepuasan. Selanjutnya memicu saya untuk merasa berutang budi atas keramahan yang telah diberikan dan berkewajiban untuk membalas budi baiknya itu dengan cara membeli bensin di tempat itu lagi. Saya membayangkan betapa lelahnya petugas pom itu karena harus melakukan ritual keramahan kepada setiap konsumennya. Namun usahanya tidak sia-sia karena mampu menarik pelanggan yang tidak sedikit. Memang prilaku tersebut bukan kehendak dari petugas pom itu sendiri namun berasal dari strategi jitu pihak manajemen yang tahu memanfaatkan prinsip resiprokasi. Di mesin meteran ditempelkan stiker yang mengatakan demikian ”Konsumen berhak mendapatkan senyuman, sapaan yang ramah, dan meteran yang diawali dari angka nol. Jikalau ada keluhan silahkan menghubungi no telepon xxxxxx”. Saya memahami arti peraturan tersebut. Setelah selesai mengisi bensin Saya mengucapkan terima kasih dengan penuh semangat. Dan Saya terpicu untuk dengan sukarela menginformasikan pada teman-teman untuk membeli bensin di jalan pandanaran (dekat Bangkong) ketika ada di Semarang.

Pemberian orang lain mengakibatkan perasaan berutang dan keinginan untuk membalas kebaikannya tersebut. Meski untuk membalasnya seseorang harus rela menanggung resiko yang lebih besar lagi yang barangkali tidak sebanding dengan apa yang telah diterimanya tadi. Seseorang yang tidak membalas kebaikan orang lain akan disebut tidak tahu diri oleh grup sosialnya. Ia sendiri akan mengalami beban psikologis yang sangat berat. Mengalami perasaan yang tidak nyaman. Ia akan terus berusaha membalas kebaikan tersebut. Dengan demikian pepatah ”aturan lama memberi dan menerima......setelah itu terus menerima atau terus menerima yang lebih besar” ada benarnya. Di pihak lain menolak pemberian seseorang dalam banyak budaya dianggap sebagai sesuatu yang tidak sopan. Ada rasa kesungkanan dan keengganan untuk menolak kebaikan hati orang lain. Dengan demikian prinsip ini bekerja dalam diri seseorang dengan cara mengharuskannya menerima bantuan atau pemberian dan selanjutnya mewajibkannya untuk membalas pemberian itu.

Menurut saya kekuatan dari prinsip resiprokal inilah yang mengakibatkan korupsi di Indonesia atau di manapun susah untuk diberantas. Seseorang yang telah menjadi pejabat biasanya merasa berutang kepada banyak orang yang membantunya hingga mencapai karir itu. Oleh karenanya ketika menjadi pejabat Ia merasa wajib membalas jasa orang-orang yang pernah membantunya dengan memenuhi segala keinginan mereka meskipun harus melanggar hukum. Suap-menyuap juga merupakan strategi yang memanfaatkan kekuatan prinsip resiprokal. Seseorang memberi sejumlah uang atau fasilitas dengan mengharapkan balasan tertentu atas segala permintaannya. Namun prinsip ini tidak perlu dianggap sebagai sesuatu yang negatif. Selanjutnya jangan sampai juga membuat kita menjadi paranoid atau curiga terhadap setiap pemberian orang lain. Karena bisa saja orang lain memang memberikan sesuatu dengan rasa tulus meskipun efek balas budi sebagai sesuatu yang niscaya sifatnya. Yang perlu dilakukan agar tidak terjebak dalam prilaku mekanik yang ditimbulkan oleh prinsip ini yaitu dengan menyadari sepenuhnya maksud atau tindakan yang kita lakukan. Sehingga tindakan kita tidak hanya semata-mata sebagai korban yang tidak sadar atas efek resiprokal. Namun tindakan kita justru didasari oleh kesadaran yang sesungguhnya atas kepentingan fundamental yang kita miliki sendiri. Dengan demikian kita tidak mudah dieksploitasi oleh prinsip resiprokal ini. Dalam hal ini penilaian moral baik dan buruk tidak bisa dilekatkan pada alatnya namun dibebankan atas pribadi dari persuator itu sendiri.

Pada intinya prinsip persuasi resiprokal diawali dengan suatu pemberian yang mengakibatkan perasaaan berutang. Selanjutnya permintaan dari persuator disampaikan. Perasaan berutang itu akan menghasilkan kepatuhan dengan menuruti permintaan dari persuator. Tehnik ini sebenarnya telah sering dilakukan juga oleh para orang tua yang membujuk anaknya. Seringkali mereka mengiming-imingi anaknya dengan hadiah jikalau melakukan perintahnya. Misalkan agar anak mau merapikan mainannya maka orang tua berjanji membelikan coklat yang disukainya. Seperti yang telah dipelajari diatas bahwa bentuk pemberian tidak harus berupa barang material. Prinsipnya pemberian tersebut dapat memenuhi kebutuhan baik fisik maupun psikologis dari orang tersebut.

Misalkan untuk mengajarkan nilai-nilai yang baik kepada anak-anak maka anda bisa memulainya dengan memberikan pujian yang tulus dan kongkret kepada anak tersebut baik sebelum atau sesudah melakukan perbuatan baik. Misalkan anda bisa mengajari anak untuk merapikan mainannya dengan cara mendekati anak tersebut kemudian memeluk dan menciumnya serta berkata ”Aduh anak mama yang ganteng dan pinter ayo dirapikan dong mainannya biar tidak hilang. Nanti setelah rapi mama ajak kamu beli es cream ...O.K....”sambil mengajak anak tos pada tangannya sebagai tanda persetujuan yang akrab. Saya optimis dengan cara semacam itu tingkat keberhasilannya akan lebih tinggi dibandingkan dengan cara memerintah secara langsung yang justru akan menghasilkan perlawanan atau penolakan. Tehnik-tehnik seperti ini juga dapat dilakukan oleh istri kepada suami atau sebaliknya, anak-anak kepada orang tua, ataupun juga oleh guru sekolah minggu kepada anak didiknya. Dalam kasus ini pemberian tersebut berbentuk sentuhan yang penuh kasih sayang, sikap penghormatan sekaligus material barang. Seseorang yang mendapatkan perlakuan berbahan dasar hal-hal itu pastilah akan merasa nyaman dan berniat untuk membalasnya dengan kepatuhan atau dengan segala sesuatu yang dapat dilakukannya.

Seorang pendeta juga dapat melakukan prinsip ini untuk mendapatkan pengaruh simpati yang besar dari jemaatnya sehingga segala perkatannya akan dihormati dan dipatuhi. Tindakan yang biasa dilakukan Pendeta dengan efek resiprokal yang kuat adalah visitasi atau kunjungan jemaat. Tentunya visitasi yang dimaksud adalah visitasi yang sanggup menghasilkan kehangatan dan perasaan yang nyaman bagi jemaat bukan suasana penghakiman yang menegangkan karena kesalahan tidak berangkat ke gereja. Dalam visitasi seorang pendeta perlu lebih banyak mendengarkan secara empatik cerita-cerita jemaatnya. Menghadirkan suasana yang nyaman sehingga mendorong jemaat berani untuk mengungkapkan seluruh uneg-unegnya. Pendeta perlu memahami permasalahan dengan mendalam terlebih dahulu dan tidak terburu-buru memberikan nasehat. Nasehat yang diberikan dengan terburu-buru tanpa pemahaman yang baik terhadap permasalahan akan sia-sia saja. Bahkan akan membuat jemaat enggan bercerita. Kadangkala jemaat hanya memerlukan kehadiran seseorang untuk didengar saja sehingga mampu melepaskan ketertekanan jiwanya. Memang jika sudah dirasa perlu nasehat boleh diberikan hanya setelah memahami betul inti permasalahan. Nasehat yang diberikan pun harus sesuatu yang kongkret dan khusus menyentuh permasalahan jemaat itu sendiri. Perkataan seperti ” wah semua orang juga mengalami penderitaan seperti itu/semua orang pernah mengalami ujian Tuhan semacam itu” tidak akan banyak membantu penderitaan jemaat karena bersifat umum. Selain itu sentuhan yang wajar sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat juga dapat dilakukan jika diperlukan untuk menghadirkan rasa penerimaan serta dukungan yang mendalam. Dari visitasi semacam itu jemaat akan merasa mendapatkan pemberian yang luar biasa dari pendetanya berupa perhatian, kehadiran, sentuhan kasih sayang, dan barangkali juga dari buah tangan yang dibawa pendeta. Pemberian-pemberian tersebut akan menimbulkan efek balas budi jemaat kepada pendetanya. Paling tidak jemaat yang dikunjunginya akan ganti memberikan perhatian yang maksimal kepada pendetanya. Ia akan membalasnya dengan kepatuhan, penghormatan, sekaligus pelayanan yang maksimal.


Selanjutnya akan diperkenalkan metode rejection then retreath yang dikembangkan berdasarkan prinsip resipokal. Metode ini bekerja dengan cara pertama kali memberikan penawaran atau permintaan yang lebih besar. Selanjutnya tahap kedua dengan melemparkan permintaan yang lebih kecil. Penawaran atau permintaan yang pertama sengaja dikondisikan untuk ditolak oleh korban. Sedangkan permintaan kedua adalah permintaan yang sebenarnya. Biasanya korban akan menyetujui penawaran atau permintaan yang kedua sebagai sebuah kesepakatan.

Metode ini mengingatkan Saya kepada para penjual yang berdagang di sekitar jalan Malioboro Yogyakarta. Pertama kali pedagang itu akan menawarkan barangnya dengan harga dua kali lipat dari harga yang sebenarnya. Dengan penawaran tersebut pembeli akan Shock atau terkejut sesaat, semacam tidak tahu apa yang harus dilakukan karena harga yang terlalu tinggi. Tapi selanjutnya pedagang secara berangsur-angsur akan segera menurunkan harga yang dipatoknya bahkan hingga ½ harga yang ditawarkan semula. Biasanya pembeli akan menerima kesepakatan yang kedua. Pembeli akan merasa telah berhasil atau telah menjadi pemenang dalam proses tawar menawar itu. Padahal yang dibelinya adalah harga yang sebenarnya. Di pihak lain pembeli biasanya juga akan memiliki perasaan sedikit bersalah jika tidak membeli barang tersebut karena pedagang telah menurunkan harga barang secara drastis. Dengan demikian mengharuskan atau mewajibkannya untuk membeli barang tersebut. Dalam metode rejection then retreath ini kepuasan dan tanggung jawab dari korbanlah yang dieksploitasi. Dengan demikian metode ini bekerja lebih halus dari prinsip resiprokal yang secara langsung melakukan pemberian-pemberian tertentu.

Dalam percobaan Cialdini tingkat keberhasilan metode rejection then retreath hingga mencapai angka yang memuaskan. Bahkan metode ini dapat menghasilkan kepatuhan secara berkelanjutan. Dalam percobaannya dengan menggunakan metode ini para mahasiswa pertama kali diminta untuk mendonorkan darahnya sekali dalam enam minggu selama tiga tahun. Kemudian permintaan kedua diubah bahwa mahasiswa diminta mendonorkan darahnya hanya sekali saja. Selanjutnya mahasiswa yang pergi ke bank darah disuruh meninggalkan nomor telepon dan alamat untuk dihubungi lebih lanjut. Hasilnya 84% mahasiswa di kampus menyumbangkan darahnya sesuai dengan permintaan yang kedua. Selain itu mahasiswa juga secara berkala bersedia mendonorkan darahnya. Dan kurang dari separuh mahasiswa (43%) yang memenuhi permintaan pertama.

Demikianlah anda dapat mengembangkan prinsip resiprokal ini untuk memperoleh kepatuhan dari seseorang. Pengembangannya disesuaikan dengan daya kreatifitas serta dengan situasi dan kondisi. Akhirnya semangat mencoba dan nantikan metode persuasi yang lain pada edisi mendatang.


MEROMBAK IMAN MENARA BABEL

Oleh : Iwan Firman Widiyanto, M.Th.

Keanekaragaman adalah kehendak Tuhan sejak penciptaan.

Oleh karena itu segala bentuk pikiran teologis yang bersifat absolut merupakan sebuah pengingkaran terhadap kehendak Tuhan. Kebenaran yang absolut hanyalah Tuhan itu sendiri. Sesuatu yang tidak tecercap oleh akal manusia yang terbatas. Sehingga respon manusia terhadap kebenaran itu relatif sifatnya.


Kejadian 11:1-9 mengisahkan keturunan Nuh yang menetap di bagian selatan Mesopotamia setelah banjir besar. Mereka hidup dalam bahasa dan logat yang sama. Untuk mempertahankan kesatuan tersebut dibangunlah sebuah kota dengan menara yang puncaknya mencapai ke langit. Pembangunan menara bertujuan untuk mempertahankan keutuhan kehidupan mereka sehingga mereka tetap menjadi bangsa yang tidak tercerai berai.


Von Rad menafsirkan pembangunan menara merupakan kehendak untuk memperoleh kejayaan bangsa. Sebuah dosa kesombongan yang mengakibatkan Chauvinisme atau pengagungan terhadap bangsa sendiri sehingga mengabaikan atau memandang rendah kedaulatan bangsa lainnya. Sedangkan C.S. Song mengartikannya sebagai ketakutan manusia untuk melakukan penyebaran. Padahal penyebaran manusia merupakan kehendak Allah sejak mulanya untuk memenuhi bumi (Kejadian 1:28). Penyebaran merupakan salah satu cara rencana keselamatan Allah atas manusia.


Pendapat dua teolog ini menarik untuk disimak berkaitan dengan sikap penghargaan terhadap keanekaragaman yang perlu dikembangkan dalam konteks Indonesia. Jadi motif pembangunan menara dapat berupa dua hal tersebut seperti yang telah diungkapkan. Pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan self orientation. Mencari kenyamanan hidup dalam persamaan-persamaan kebiasaan dan cara pandang. Tidak ada yang salah dalam hal ini karena manusia memang mempunyai kebutuhan mendasar untuk hidup dalam komunitas yang mempunyai banyak kesamaan. Yang salah adalah pengembangan paham ini secara ekstrim. Menjadikan cita-cita kesamaan sebagai yang absolut. Menganggapnya sebagai kebenaran mutlak. Akibatnya perbedaan kebiasaan dan pola berpikir dari kelompok yang berbeda dilihat sebagai ancaman atas keberadaan dan kenyamanan diri. Akhirnya perilaku yang dikembangkan menjadi perilaku yang defensif. Menarik diri dari interaksi dengan kelompok lainnya. Maka berkembanglah sikap sosial yang penuh kecurigaan karena setiap kelompok tidak memahami satu dengan yang lainnya. Situasi semacam ini rentan dengan konflik dan kekerasan.


Allah sangat memahami situasi semacam itu. Ia mampu memprediksi kejadian dimasa mendatang dengan pola-pola yang dibangun manusia. Maka penggagalan pembangunan menara Babel merupakan kehendak Allah agar manusia tidak hidup dalam absolutisme. Allah tidak ingin manusia hidup dalam kotak-kotak fanatisme agama maupun budaya yang merupakan hasil dari pemutlakan nilai-nilai tertentu sebagai nilai yang paling unggul dari nilai-nilai yang lainnya. Allah menghendaki manusia hidup secara harmoni berdampingan dengan nilai-nilai lain yang beraneka ragam. Seperti merdunya irama orkestra yang tercipta dari suara-suara yang berbeda.


Orang Yahudi kuno memandang kisah Menara Babel sebagai usaha untuk menjelaskan asal mula keberagaman bahasa di dunia. Sebuah ketakjuban akan keberbedaan yang dipahami sebagai kehendak Allah. Jadi penyebaran manusia karena Allah mengacaukan bahasa yang tunggal tidak dilihat sebagai hukuman namun justru sebagai usaha Allah untuk melanjutkan rencana keselamatannya sejak semula. Ia menghendaki manusia memenuhi bumi.


Penyebaran suatu bangsa dengan bahasa yang berbeda-beda merupakan cikal bakal dari keanekaragaman budaya dan agama. Para sarjana antropologi mengakui bahwa bahasa merupakan salah satu unsur pembentuk kebudayaan. Maka bahasa yang berbeda-beda akan menciptakan corak kebudayaan yang berbeda-beda pula. Demikian juga halnya dengan keanekaragaman agama yang dibentuk oleh pluralitas bahasa.


Masalah bahasa juga menjadi pergumulan filsafat dan tologi posmodernisme. Mereka menolak keberadaan metanarasi sebagai sebuah nilai-nilai, ide-ide, dan cerita-cerita tertentu yang dijadikan satu-satunya dasar bagi pembentukan kehidupan manusia. Agama adalah respon manusia terhadap pewahyuan Allah yang dirumuskan dalam metanarasi tertentu. Penolakan terhadap metanarasi didasarkan atas keterbatasan sistem bahasa yang diyakini tidak mampu melihat kenyataan (pewahyuan Allah) secara utuh. Melalui sistem bahasa yang terbatas pewahyuan Allah ditangkap manusia secara partikularis. Artinya pengalaman iman seseorang dalam menanggapi pewahyuan Allah dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu respon manusia terhadap pewahyuan Allah itu harus dilihat bersifat relatif.


Yesus juga memaklumkan keanekaragaman ketika berbicara dengan perempuan Samaria. Sebelumnya Perempuan Samaria menduga bahwa Yesus serupa dengan orang Yahudi lain yaitu mengagung-agungkan pusat penyembahan di bait suci Yerusalem (Yoh.4:20). Perempuan tersebut merasa sangat berbeda dengan Yesus karena Dia dan nenek moyangnya mempunyai pusat penyembahan di gunung Gerizim. Konon perbedaan pusat penyembahan inilah yang menjadi salah satu penyebab perseteruan antara orang Yahudi dan orang Samaria selama ratusan tahun. Dalam perseteruan itu orang Samaria dan Yahudi tidak bergaul satu dengan yang lainnya. Tetapi Yesus sebagai seorang Yahudi menghancurkan perseteruan tersebut dengan mendatangi kota Samaria dan bercakap-cakap dengan seorang perempuan Samaria. Ini adalah teladan nyata yang hendak diajarkan kepada murid-muridnya yang secara umum orang Yahudi. Yesus meruntuhkan pusat-pusat penyembahan yang menjadikan seseorang terasing dengan orang lainnya. Ia berkata kepada perempuan itu :

"Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem.

Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi.

Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran."

(Yohanes 4:21-24)



Yesus bermaksud mengatakan bahwa sekarang setiap orang dapat menyembah dalam roh dan kebenaran. Yaitu menyembah Allah dengan totalitas kehidupan yang dinyatakan dalam tindakan yang benar (Orthopraxis). Melalui interaksi yang baik dengan sesamanya. Dengan demikian Ia akan memperoleh keselamatan yang datang dari teladan Yesus, seseorang yang datang dari bangsa Yahudi. Sifat keyahudian yang melekat dalam diri Yesus tidak boleh dipandang dengan kacamata Chauvinisme yang menjadikan Yahudi sebagai satu-satunya bangsa yang paling unggul diantara bangsa-bangsa lain dihadapan Allah. Namun sebagai salah satu cara Allah untuk masuk kedalam sejarah dunia. Sepadan dengan cara Allah yang lainnya untuk masuk ke dalam dunia melalui tradisi budaya dan bangsa yang berbeda. Melalui Yesus keselamatan dimengerti tidak hanya terjadi diluar dunia ini namun juga terjadi dalam kehidupan sekarang ini. Keselamatan yang ditawarkan Yesus secara langsung telah dinyatakan dalam setiap tindakan yang diteladankannya. C.S. Song memahami keselamatan dalam arti :


Allah memulihkan keterpecahan-keterpecahan yang ada di dalam diri kita sebagai manusia dan di dalam masyarakat manusia. Ini berarti Allah memulihkan kesehatan dan keutuhan kepada kita sebagai pribadi, sebagai masyarakat, sebagai bangsa-bangsa....Allah tidak pernah memberikan hak monopoli keselamatan kepada siapapun. Malah, keseluruhan keselamatan akan lenyap bila hak monopoli seperti itu dilembagakan kedalam keselamatan Allah.



Dengan kacamata ini maka dimengerti bahwa tindakan Yesus, sebagai orang Yahudi, menjumpai perempuan Samaria merupakan tindakan keselamatan. Pengajarannya agar orang tidak mengkultuskan pusat penyembahan tertentu, yang justru mampu memecah-mecah umat manusia dalam kesombongan agama dan budaya merupakan tindakan keselamatan. Sekali lagi Allah melalui Yesus telah meruntuhkan usaha pembangunan menara Babel untuk kesekian kalinya. Menara yang dibangun untuk menyatukan kesombongan manusia atas kesamaan agama, kesamaan budaya, dan kesamaan bahasa. Allah menghancurkan menara Babel dan membuat mereka beranekaragam agama, budaya, dan bahasa. Supaya setiap orang yang berbeda-beda itu dapat saling belajar menyatukan pecahan-pecahan perbedaan seperti pecahan-pecahan beling yang berbeda dikumpulkan, disatukan secara berdampingan dan membentuk sebuah mozaik yang indah. Sebuah paradoks atas karya keselamatan Allah terjadi. Ia menceraiberaikan kesatuan atas nama kesombongan, namun dipihak lain Ia menyatukan yang tercerai berai karena perbedaan dan menempatkannya untuk hidup berdampingan dalam kasih.


Di dalam setiap keanekaragaman Allah berkarya melaksanakan rencana keselamatannya. Oleh karena itu tugas teologi menurut R. J. Schreiter bukanlah menyampaikan pesan Kristus dalam budaya namun lebih kepada menemukan Kristus yang telah aktif dalam budaya. Jikalau Kristus telah ada dalam budaya itu maka pesan-pesanNya juga telah terkandung didalamnya. Maka suatu komunitas lokal harus bersedia menghargai dan mendengarkan budayanya agar dapat memahami pengalamannya di masa lampau bersama Kristus. Ia harus mampu menggali dan mengakui tanda-tanda kehadiran Kristus ditengah-tengahnya. Bagi orang Kristen cara-cara untuk memahami tanda-tanda Kristus yaitu melalui tradisi hikmat dalam Alkitab. Ini adalah suatu cara baru dalam melihat Kristus sebagai hikmat Allah yang telah melakukan kegiatan penyelamatannya dalam suatu budaya bahkan dalam agama yang berbeda.


Barangkali orang akan berpendapat bahwa bagaimana mungkin Kristus sudah ada dalam setiap budaya padahal budaya sudah ada sebelum Yesus Kristus lahir. Dalam hal ini Kristus harus sedikit dibedakan dengan Yesus sejarah. Yesus sebagai Kristus telah ada sejak awal penciptaan dunia. Ia telah aktif bersama-sama dengan Allah untuk menciptakan kehidupan dunia ini. Ia jugalah yang telah meniupkan nafas kehidupan kepada manusia. Dari sanalah kemudian kebudayaan dimulai bersama dengan nafas Kristus itu sendiri. Bukankah Kristus sendiri adalah Roh Allah ? Dan Yesus sejarah adalah perwujudan dari Roh Allah, Roh yang sama yang telah mengawali kehidupan manusia.

Namun demikian budaya dan agama yang beragam itu juga tidak terlepas dari dosa. Karena budaya atau agama itu sendiri merupakan karya dari manusia yang berdosa. Oleh sebab itu perlu melihatnya secara kritis. Mengembangkan nilai-nilai budaya yang selaras dengan rancangan keselamatan Allah dan menolak nilai-nilai yang bertentangan dengannya. Dalam hal ini teladan hidup Yesus Kristus dapat menjadi tolak ukur secara khusus bagi orang Kristen untuk memahami tradisi hikmat dalam Alkitab dalam menemukan Kristus dalam budaya ataupun agama yang berbeda-beda.


Belum terlambat untuk memulai suatu hubungan yang baru diantara sesama manusia dalam agama dan budaya yang beranekaragam. Gereja perlu mengali pemahaman-pemahaman teologis yang terbuka terhadap keberbedaan agama dan budaya. Mereka yang berbeda adalah teman bukan setan. Mereka adalah sesama manusia. Ketika Yesus mengajar tentang kasih kepada sesama manusia maka salah seorang muridnya bertanya ”Dan siapakah sesamaku manusia ?” Lalu yesus menceritakan kisah tentang orang Samaria yang baik hati (Lukas 10:30-37). Ada seorang pedagang Yahudi dirampok. Ia hampir mati namun tiada seorangpun yang menolong. Bahkan Imam maupun calon Imam sebagai sesama orang Yahudi juga enggan menolongnya. Kemudian datanglah seorang Samaria, bangsa dari musuhnya. Orang Samaria tersebut menolong orang Yahudi hingga tuntas. Dari cerita tersebut Yesus hendak mengajarkan kepada murid-muridnya -- yang umumnya adalah orang Yahudi -- bahwa Orang Samaria meskipun berbeda budaya dan agama adalah sesama manusia. Oleh karena itu kasihilah sesamamu itu seperti dirimu sendiri (Lukas 10:27).


Yesus telah merombak Iman menara Babel. Sebuah kecendrungan iman yang dimiliki oleh manusia beragama apapun juga. Iman menara Babel mengembangkan kejayaan diri. Menganggap tradisi sendiri lebih benar daripada tradisi yang lainnya. Iman menara Babel penuh dengan kekerasan karena memaksakan kehendak. Iman menara Babel penuh dengan pertumpahan darah karena menganggap yang lain sesat. Lalu yang sesat dan yang berbeda itu dimusnahkan, digantung dan dijadikan tiang obor. Maka sebelum Iman menara Babel itu menghancurkan peradaban manusia, iman semacam itu harus dirombak terlebih dahulu, yaitu dengan cara menyadari pentingnya pemahaman teologi yang terbuka terhadap keanekaragaman agama dan budaya. Sekali lagi jangan mencoba membangun kembali iman menara Babel atau Allah sendiri akan turun untuk merombaknya.