Jumat, 16 Januari 2009

Konflik Palestina-Israel

Oleh Iwan Firman Widiyanto

Hari ini ada diskusi dengan tema " Solidaritas Untuk Palestina " di mitra Graha (16/1). Pada intinya sang pembicara hendak memberikan perspektif yang seobyektif mungkin konflik Israel Palestina guna mengantisipasi potensi konflik antaragama di Indonesia

Konflik Palestina merupakan konflik politik. Berbicara mengenai Israel yang mencari tanah airnya dengan gerakan Zionisnya dengan dibantu Inggris mengusir penduduk palestina. Di pihak lain Palestina berusaha untuk mempertahankan kedaulatannya sebagai bangsa.

Dinyatakan bahwa 30-40% penduduk palestina merupakan orang yang beragama Kristen. Pakar sejarah universitas Sanata Dharma Baskara T Wardaya menulis di Kompas bahwa pejuang-pejuang kemerdekaan untuk Palestina dalam peran diplomasi di dunia Internasional kebanyakan justru beragama Kristen.

Disisi lain penduduk Israel yang beragama Kristenjustru tidak lebih dari 3 % selebihnya bergama Yahudi.

Dengan kenyataan tersebut maka tidaklah relevan dan masuk akal apabila konflik Israel-Palestina berimbas dengan terjadinya konflik Islam-Kristen di Indonesia.

Masalahnya pada tataran Grass Root umat Islam maupun Kristen di Indonesia dan bahkan di dunia sudah terlanjur termakan sentimen yang kontra produktif dalam upaya pengembangan perdamaian. Ini semua dihasilkan oleh interpretasi teologis yang tidak tepat di masa lalu.

Sentimen negatif yaitu kebencian terhadap Israel dimiliki oleh akar rumput muslim. Berkaitan dengan nas-nas kitab suci yang melihat Israel sebagai pembangkang ALLAH. Sentimen ini kemudian berimbas pada pandangan bahwa Kristen dekat dengan sejarah atau tradisi Israel. Oleh karena itu pelampiasan kebencian umat muslim dengan agresi Israel bisa berimbas kepada orang Kristen di Indonesia.

Sedangkan sentimen positif yaitu kecintaan terhadap Israel diyakini oleh akar rumput Kristen karena Israel dianggap sebagai umat perjanjian Allah. Sehingga sekejam apapun perilaku Israel terhadap orang Palestina sepertinya begitu mudah untuk dimaklumkan. Akibatnya orang Kristen di Indonesia yang menghayati sentimen tersebut menjadi tidak terketuk hatinya meski melihat korban di Palestina hingga hari ini sudah mencapai 1100 orang, korban terbanyak adalah anak-anak dan perempuan. Bahkan barangkali mendoakan dalam hati agar Israel segera memenangkan perang ini.

Maka perlu kiranya para tokoh agama baik Islam maupun Kristen memberikan perspektif yang berimbang kepada umat berkaitan dengan konflik Israel -Palestina. Menyadarkan bahwa sesungguhnya konflik tersebut bukanlah konflik agama melainkan politik. Konflik tersebut juga berkaitan dengan pemilu baik diIsrael maupun di palestina yang akan segera diadakan.
Pemerintahan Israel yang sekarang ingin mendongkrak popularitas dimata rakyatnya dengan perang melawan Hamas, sehingga berharappemilu mendatang rakyatnya memilihnya kembali. Sedangkan pemerintahan Palestina juga memaklumkan perang tersebut terus berjalan agar Hamas sebagai buruan Israel dapat dikalahkan. Sehingga pada pemilihan yang akan datang pemerintahannya tetap terpilih karena tidak mempunyai saingan politik.

Oleh karena itu ada beberapa hal yang dapat dilakukan tokoh agama berkaitan dengan upaya meredam konflik antar agama diIndonesia berkaitan dengan konflik Israel-Palestina yaitu sebagai berikut.
Pertama, perlu mereinterpretasi nas-nas kitab suci yang mendukung sentimen yang kontraproduktif bagi upaya perdamaian. Perlu memberikan makna baru kepada grass root tradisi teologis yang lebih pro perdamaian bagi kemanusiaan.
Kedua, perlu mewartakan narasi-narasi yang pro perdamaian. Misalkan bahwa yang melakukan aksi protes terhadap agresi Israel tidak hanya orang muslim saja namun orang beragama lain dari eropa, amerika, perancis dll yang notabene beragama Kristen. Bahwa penduduk KristendiPalestina juga menjadi korban agresi Israel. Bahwa banyak pejuang-pejuang kemerdekaan palestina merupakan orang-orang Kristen.

Hal semacam itu tidak dapat diabaikan karena realitasnya konflik antaragama di Indonesia terjadi karena kedangkalan wawasan politik dan pengetahuan teologi.

Selasa, 13 Januari 2009

Tuhan Dimana…

By: Iwan Firman Widiyanto, M.Th.



Tiba-tiba suara suara itu datang

Tak diundang

Memaksa

Untuk

Didengar

Dan

Diperhatikan

Sangat pelan

gruduggruduggruduggrudug

Pelan

GrudugGrudugGrudugGrudug

…………………………………

Ah kereta Api sepagi ini ?

……………………………….

Sedikit keras

GruDUGGruDUGGru DUGGruDUG

Lho…Eh..Lho..Eh

Kereta api kok nyasar ke kamar ?!

Keras

GRUDUG! GRUDUG! GRUDUG! GRUDUG!

Matakupun tak bisa berlama-lama menutup diri

Meski kehangatanmu memanja jiwa yang lelap

Saraf reflek bergerak menebak bahaya

Aku melompat menuju daun pintu

………………………………….

Suangat Kueras, Swear dech!!

GRUDUG!! GRUDUG!! GRUDUG!! GRUDUG!!

Daun pintu terkunci, bergetar, bergoyang, berbayang

Kucoba raih

Gagal

Kucoba

Terus

Lebih fokus

Dan

Klek

Terbuka

Melompat keluar

GROMBYANG!!

PRANG !!

GEDEBUG!!

BEG!!

……………………

GRUDUG!! GRUDUG!! GRUDUG!!

Oh, motorku ‘njempalek’1

Aku lompati motorku

Dan

Keluar

Gempa…………gempa……….gempa……….

Bersahut-sahutan bak iringan kematian


Yogyakarta, Sabtu, 27 Mei 2006

Jam 05.45 WIB


Bumi bergoyang seperti kapal terhempas ombak. Orang-orang berhamburan bagai semut berpendar karena sarang yang dikoyak tangan nakal. Aku lihat Aka, temanku itu, sudah keluar dari kamarnya. Hatiku lega melihatnya, karena masih punya kesempatan mengakalinya. Ibu kos menangis, wajahnya pucat pasi. Ia berjalan mondar-mandir melihat bangunan rumahnya retak-retak. Tak henti-henti mulutnya berkomat-kamit. Bukan mantra pengusir gempa namun keluhan yang membahana surga. ”Duh Gusti, Piye kok isa ngene...Apa salah saya, apa dosa saya.......” ”Terus piye....Siapa yang akan membangun rumah ini”


Ibu kos layak gresula seperti itu. Masalahnya ia hidup hanya dari tiga kamar kos dan sebuah warung kelontong kecil. Dengan penghasilan itu Ia harus menopang lima orang jiwa yang ada di rumahnya. Yaitu Ia sendiri dengan suaminya, seorang anak perempuannya dengan bocah laki-laki kecil yang ditinggal ayahnya merantau ke pulau di seberang lautan tempat matahari terbenam, serta gadis perawannya yang baru lulus SMA. Memang ada tambahan penghasilan dari pensiunan suami sebagai mantan pegawai bengkel kereta api. Namun untuk perbaikan rumah penghasilan tersebut jelas masih sangat kurang. Satu-satunya jalan ia hanya bisa berharap pada anak-anaknya yang telah mengembara di kota-kota besar. Tapi toh anak-anaknya tersebut juga hidup pas-pasan dengan beban keluarganya masing-masing.


Aku tidak tahu bagaimana tanggapan Tuhan atas keluhan si Ibu kos dengan kondisi yang semacam itu.

Mungkin Tuhan di Surga sedang duduk di tahta

Membungkuk sambil manggut-manggut mengusap jenggot

Bak menonton program Reality Show dengan adegan dramatis di Bumi

Yang memasarkan dagangan Emosi dan penderitaan jiwa-jiwa

Ataukah

Tuhan justru ada diantara kita manusia

Kepalanya bocor tertimpa batu bata

Sehingga Shock dan tidak bisa berkata-kata

Tuhan gegar otak ?

Aku hanya berharap mudah-mudahan saja Tuhan tidak koma


Tiba-tiba seorang laki-laki berlari dari jalan besar menelusuri gang di depan kos kami. Ia berteriak ”Tsunami, ada tsunami...” Lalu orang-orang serempak bertanya satu dengan yang lain ” Dimana ada tsunami..dimana....?” Orang lainnya menyahut ”Di kota....di kota, banyak orang berlarian dari arah selatan menuju utara” seketika itu tubuhku bergidik kencang. Ibu Kos semakin panik. ”Pak...piye iki pak, ayo cepat mengungsi”. Bapak kos pucat pasi, namun tetap mencoba untuk bersikap tenang. ”Sudah sana cepat kalau mau mengungsi. Uwis ora apa-apa. Bapak akan tetap disini. Kalau memang harus mati ya sudah, kehendak Tuhan” Dengan berurai air mata Ibu Kos berkata ”Ayo pak..Nek di kandani kok ngeyel ! Puteri ! ayo cepat siap-siap, kita harus segera mengungsi” Saat itu para tetangga beserta dengan keluarganya sudah bergegas hendak mengungsi. Mereka membawa barang apapun juga yang dapat dibawa.


Aku tak habis pikir, bagaimana mungkin tsunami dapat mencapai kota. Padahal jarak pantai selatan dengan pusat kota kurang lebih sekitar 25-30 km. Kalaupun terjadi tsunami maka air dari pantai selatan harus mampu menenggelamkan perbukitan kecil di sebelah utaranya sebelum mencapai pusat kota. Kalau hal itu sampai terjadi, yah...kiamat. Pikiranku berkecamuk. Penasaran mendesak-desak kesadaran, membuatku berkeputusan untuk membuktikan isu bencana tsunami. Lalu Aku berteriak pada Aka ”Ka, yuk kita lihat situasi sekitar. Sampai dimana tho airnya...” ”Ya cepat gun..” Sahut Aka


Setelah pamit dengan Bapak dan Ibu kos Aku dan Aka berboncengan menuju kota. Di sepanjang jalan berbondong-bondong massa menuju arah utara. Seperti sebuah kampanye partai. Namun wajah-wajah mereka adalah wajah kecemasan. Ada seorang Bapak dengan seorang anak laki-laki berumur tujuh tahun duduk di bagian depan sepeda motor. Seorang anak lagi tiga tahun lebih besar, seorang perempuan, di tengah antara Ia dan Istrinya yang menggendong seorang bayi dengan selendang. Di samping kanan dan kiri motor bergelantungan tas yang berisi pakaian dan peralatan sehari-hari untuk mengungsi. Anak yang berada di bagian depan membawa guling dan bantal masing-masing satu buah. Saya jadi ingat ketika pindahan kos dengan Aka. Duh betapa repotnya...

Banyak juga yang membawa mobil penuh dengan perabotan, di kap atas dimuati kasur dan segala peralatannya. Ada juga seorang laki-laki yang mengayuh becak mengungsi dengan keluarganya. Istrinya, matanya sembab..merah...


Teganya Kau gempa...Membuat matanya merah sembab berurai air mata

Tidak tahukah kau bahwa Ia sudah terlalu sering menangis

berjuang mengepulkan asap dapur

agar anaknya lebih panjang umur melihat dunia

Kesedihan yang tak berbatas...


ada yang naik sepeda, tapi ada juga yang jalan kaki. Tubuh mereka lusuh nampak kalau baru bangun tidur langsung bergegas pergi. Tak sempat mempercantik diri.


Di perempatan jalan Solo, di depan Galleria Mall, di samping rumah sakit Bethesda jalanan macet. Dua petugas polisi kerepotan mengatur lalu lintas. Polisi itu berteriak keras kepada setiap orang yang lewat ”Tidak ada tsunami, tidak ada tsunami...itu hanya isu !” Seakan dia tak peduli apakah suara gagahnya didengar orang atau tidak oleh sebab riuhnya suara-suara massa.


Aku dan Aka terus menuju arah selatan melawan arus massa. Melewati lempuyangan terus ambil arah ke timur dan selanjutnya ke selatan lagi. Di sepanjang jalan kami lihat kedahsyatan alam melawan peradaban. Aku lihat kerumunan pejalan kaki, masing-masing dengan sanak kerabatnya. Ku lihat nenek-nenek tua kepalanya bocor bersimbah darah duduk di atas bak sebuah truk untuk mengungsi. Lamat-lamat dari kejauhan Aku melihat mayat-mayat yang ditata rapi di depan sebuah masjid. Oh seperti barisan mayat ! Mayat-mayat itu ditutupi kerudung seadanya. Ada yang ditutupi kain selimut, jarik, pakaian dan sebagainya. Ada seorang Ibu yang menangis histeris sambil berjalan di samping jasad seorang laki laki yang digotong oleh beberapa orang. Barangkali itu adalah suaminya yang mati. Jasad lelaki itu dipenuhi dengan debu tanah berwarna keputihan, nampaknya dia baru saja diangkat dari reruntuhan. Ada sedikit bercak darah karena luka memar di pelipisnya. Matanya menutup, wajahnya terlihat tenang...


Engkau bahagia sekarang...Lebih bahagia daripada segala yang hidup

Apakah Engkau masih bisa bahagia jika melihat istrimu jadi gila

Apakah engkau masih bahagia jika melihat anak-anakmu yang membeku

karena lapar dan dingin bersahabat di bawah atap tenda seadanya

beralaskan gombal-gombal pengelap luka


Aku sudah tidak tahu lagi di mana posisi kami sekarang. Aku lewati sebuah pasar di sekitar Imogiri yang hancur luluh. Kulihat beberapa orang pemiliknya mengais barang dagangan yang bisa diselamatkan. Lalu Aku dan Aka masuk ke sebuah gang kampung. Bulu kuduk terasa berdiri. Hati menjadi kelu. Kulihat rumah-rumah porak-poranda. Para pemiliknya duduk-duduk dan ada yang berbaring karena sakit di sepanjang jalan gang yang kami lewati. Akhirnya kami menghentikan laju motor karena tidak bisa meneruskan perjalanan di gang yang penuh sesak dengan pengungsi. Kami berbalik menuju jalan utama. Meneruskan perjalanan ke selatan....terus ke selatan, seperti ada yang menuntun kami kesana ...ada apa dengan selatan...batinku.


Ku lihat orang-orang lebih suka bergerombol, duduk-duduk di tanah, di pinggiran sawah atau di lapangan sepakbola. Banyak juga yang mendirikan tenda sementara di dataran yang lebih tinggi. Gempa masih sering datang meski kekuatannya semakin mengecil. Namun cukup membuat orang panik. Kadang-kadang Aku lihat kerumunan orang berpendar sambil berteriak-teriak. Itu tandanya gempa sedang terjadi lagi. Aku dan Aka tidak begitu merasakannya karena kami berada di atas kendaraan yang terus melaju. Setelah melewati daerah Imogiri kami terus ke selatan hingga menembus jalan Parangtritis di sebelah selatan jembatan yang sangat panjang.


Keingintahuan kami nampaknya mengalahkan segala rasa takut yang ada dalam diri. Di jalan kami berdiskusi memprediksi jumlah korban seluruhnya. Ya saat itu kami sudah memprediksi sekitar ribuan orang di seluruh jogja yang mati karena gempa melihat kerusakan yang parah di Imogiri dan sekitarnya.


Jalan Parangtritis nampak lenggang. Barangkali orang-orang telah berlari menyelamatkan diri ke utara. Namun kami melihat kerumunan massa di lereng-lereng bukit, di sebelah timur jalan raya. Rumah-rumah di sekitar jalan Parangtritis ke arah selatan nampaknya tidak mengalami kerusakan yang parah. Ya...paling-paling genteng yang melorot dari tempatnya.


Ketika kami sampai di tempat wisata pantai Parangtritis, suasana yang lenggangpun semakin terasa. Hanya terlihat satu dua orang duduk-duduk menjaga warungnya. Namun secara umum warung-warung atau kios-kios cenderamata yang biasanya ramai sekarang tutup. Bangunan disanapun nampak biasa saja, seolah tidak terpengaruh oleh gempa. Aku lihat satu dua bangunan yang gentengnya sedikit bergeser. Yah...seperti tidak terjadi apa-apa namun memang sepi. Aku dan Aka mulai memasuki jalan berpasir menuju pantai. Kami melihat jam tangan menunjuk pukul 8 pagi. Matahari sudah menyengat disana. Aku parkir motor dan berjalan kaki menuju gubuk-gubuk yang biasanya untuk berjualan. Semua warung yang ada di situ tutup, sepi. Di pantai yang biasanya penuh dengan wisatawan sekarang hanya beberapa orang saja, dapat dihitung dengan jari. Barangkali mereka adalah jenis yang sama dengan kami, jenis para petualang, pemburu jawaban atas hasrat keingintahuan. Beberapa dari mereka membawa kamera photo. Jepret sana jepret sini. Gubuk-gubuk terlihat masih utuh. Lalu Aku mendekati seorang lelaki muda yang duduk menghadap pantai. ”Sudah dari tadi mas...” tanyaku. ”Nggak... barusan saja. Kata orang tadi pagi disini sudah ramai dengan wisatawan, namun tiba-tiba airnya pasang sedikit. Orang-orang panik. Setelah pasang beberapa menit kemudian terjadilah gempa. Orang-orang berlarian menyelamatkan diri. Mereka yang di hotel langsung saja Chek out. Para pedagang juga segera menutup dagangannya. Pokoknya mereka melarikan diri. Takut bencana Tsunami datang seperti kejadian di Aceh” Demikian lelaki itu menjelaskan.

Kenapa Sayang...Kenapa Engkau marah...

Atau Kau hanya sekedar ingin bersenang-senang

Mana yang benar sayang

Geliatmu sangat mahal harganya

Tarianmu mengeringkan air mata

Wahai juwitaku tenanglah kau terlihat lebih cantik kalau diam

Engkau lebih menyenangkan jika menjadi puteri tidur sepanjang masa

Dengarlah rayuanku nikmatilah suara merduku

Kan ku elus tubuh sintalmu supaya engkau tetap terlelap


Setelah berterima kasih atas infonya Aku menuju bibir pantai. Membungkuk, mengoleskan jari di garis batas bekas air pasang. Garis tepi itu memanjang membelah pantai dari timur hingga barat. Dari garis itu dapat diperkirakan air menuju daratan sejauh lima puluh meter. Lalu ku lempar pandanganku diantara ombak yang bergolak. Menyisir ke bagian sebelah timur. Kulihat lelaki kekar, seorang diri, kulitnya hitam mengkilap dihantam mentari, bertelanjang bulat berjalan kearah lautan. Dia berteriak-teriak seperti hendak menantang penguasa samodra yang bersembunyi diantara gulungan ombak. Lalu dia mandi di semburannya, seakan bergulat menghabiskan amarah dan dendam. Setelah puas Ia berjalan menuju daratan, menghampiri motornya. Dan mengenakan pakaiannya.


Mungkinkah Ia salah seorang yang terluka hatinya olehmu puteri...gempa ?


Aku dan Aka melanjutkan perjalanan pulang ke jogja melewati sepanjang jalan Parangtritis. Lima belas kilometer dari pantai mulai tampak pemandangan yang tidak berbeda dengan di Imogiri. Mayat-mayat di jejer di tepi sawah. Rumah-rumah hancur berantakan. Orang-orang duduk-duduk seadanya di pinggir jalan. Darah segar masih sangat jelas menghiasi tubuh. Sebuah bangunan badan keuangan daerah yang kelihatan kokoh atapnya miring sekitar 45 derajad. Dari jalan genting atap Gedung Institut Seni Indonesia porak poranda. Kemudian memasuki pojok Beteng Kidul, di sebelah kanan jalan, bangunan bertingkat Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kerjasama Yogyakarta retak parah. Jikalau ada sekali lagi gempa dengan kekuatan yang sama pastilah gedung itu rubuh dengan tanah. Orang-orang tertegun menyaksikan kehancuran yang dahsyat.

Di sepanjang jalan lokasi kerusakan seperti meloncat-loncat. Kadangkala sekelompok bangunan di sebelah kiri jalan hancur, namun bangunan di seberangnya aman-aman saja atau sebaliknya dan seterusnya. Barangkali hal itu dikarenakan oleh jalur patahan di dalam tanah tidak teratur.

Dari dalam sebuah mobil, terdengar pengumuman yang dilontarkan oleh seseorang dengan memakai corong speaker ”Bapak/Ibu tidak usah ke Rumah Sakit karena disana sudah tidak sanggup menampung pasien lagi”. Wah betapa banyaknya korban yang berjatuhan akibat gempa ini, Sehingga rumah sakitpun sudah tidak sanggup menampung. Bagiku ini pengalaman pertama menghadapi bencana yang tidak akan terlupakan.


Selanjutnya Aku dan Aka menuju rumah sakit Bethesda. Bukan main...rumah sakit telah menjadi laksana pasar. Ramai sekali. Para korban gempa dibaringkan berjejeran di ruang parkir yang berlantaikan paving. Kamar-kamar di rumah sakit itu sudah penuh. Pemandangan yang sangat mengharukan. Seorang nenek tua terluka kepalanya. Ia terbaring menengadah ke langit, tatapannya kosong, nafasnya tersendat-sendat, tak berdaya, pasrah...Ia ditunggui oleh seorang cucu laki-lakinya, yang memijat-mijat ringan kaki-kaki rentanya. Disisi yang lain seorang Ibu menggendong bayi kecilnya, duduk termenung, air matanya telah mengering, barangkali sudah dihabiskan oleh tangisan tiada tara, tadi pagi waktu suaminya mati. Pundaknya memar, bercak darah merah kehitaman, darah beku, menggumpal di antara lukanya. Di sisinya mayat seorang lelaki. Wajah hingga dada ditutup kertas koran. Itulah sang suami yang membuat hatinyanya teriris-iris.


Oh..Penderitaan...


Beberapa perawat dibantu dengan mahasiwa/i keperawatan berpencar menolong mengurangi kesakitan korban. Mereka memberi suntikan penenang, menginfus, membalut luka, dan sebagainya.


Tangan-tangan trampilmu membawa cinta

Kasihmu kan dicatat di buku zaman

Tidakkah Kau tahu siapa yang kau sentuh lukanya...

Niscaya kau akan bahagia jika mengenalNya


Batinku tersiksa...Apa yang dapat kulakukan ? Hingga Ia menuntunku pada jalanNya...


Tuhan Dimana...

JawabNya, ”Aku diantara yang terluka”

Mengapa ada gempa..mengapa ada tangisan...mengapa ada kesedihan...

Mengapa ada pembantaian besar-besaran...Mengapa ada...

Dimanakah kebahagiaan...

Tuhan Diam

...

Hanya tanganNya membalut yang terluka






Prinsip Resiprokal

Oleh Iwan firman Widiyanto, M.Th.



Relasi manusia banyak mengandung interaksi yang bersifat saling mempengaruhi(persuasi). Di dalam keluarga dapat kita temukan ibu berusaha dengan berbagai cara membujuk anaknya makan, mandi, merapikan mainan dan belajar. Dalam perdagangan seorang pengusaha memasang iklan, pedagang dipasar menawarkan dagangannya. Bidang pendidikan guru mengajar muridnya, pendeta mendidik jemaatnya. Bidang politik politisi melakukan lobby publik dan lain sebagainya.

Demikian sangat penting proses persuasi dalam kehidupan. Orangpun sudah banyak melakukannya entah secara sadar atau tidak sadar dalam hal yang sederhana atau bahkan dalam membuat persetujuan yang signifikan. Artikel ini hendak memperlengkapi pengetahuan yang sudah dimiliki mengenai persuasi. Memberikan prinsip-prinsip dasar untuk mengembangkan proses persuasi yang efektif. Dilengkapi dengan ilustrasi-ilustrasi yang menarik dari hasil penelitian serta dari konteks masyarakat sendiri.


Memanfaatkan Prilaku Mekanik

Setiap mahluk hidup baik hewan maupun manusia mempunyai perilaku mekanik. Yang dimaksud adalah perilaku otomatis yang berkembang melalui kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan dalam pengalaman hidup. Perilaku mekanik ini berkembang secara alami untuk menentukan keputusan secara efektif. Artinya dengan perilaku ini mahluk hidup tidak memerlukan pemahaman yang lebih mendalam untuk memutuskan suatu tindakan tertentu ketika menghadapi persoalan. Ia cukup menggunakan bukti atau persepsi tunggal yang diterima selanjutnya secara otomatis memberikan responnya. Perilaku seperti ini menghasilkan tanggapan yang cepat dan segera sifatnya.

Penelitian M.W. Fox terhadap induk Kalkun menunjukkan bahwa induk Kalkun dapat dipicu prilaku mekaniknya oleh suara chip-chip yang dikeluarkan oleh anaknya. Ketika anak Kalkun berbunyi chip-chip maka serta-merta sang induk akan menaungi dan melindunginya. Namun ketika anak itu diam maka sang induk Kalkun akan mengacuhkannya bahkan bisa melukainya. Suatu kali percobaan dilakukan dengan menempatkan musang-musangan yang diberi kaset perekam dengan suara anak Kalkun. Ketika musang-musangan tersebut mendekat dengan bersuara chip-chip maka induk Kalkun segera melindungi dan menaungi musang-musangan tersebut. Namun ketika musang-musangan tersebut didekatkan tanpa bunyi rekaman maka sang induk Kalkun segera menyerang dengan sekuat tenaga musang-musangan tersebut.

Sedangkan burung Murai dipicu prilaku mekaniknya oleh warna. Ia akan menyerang pohon perdu dengan hebat apabila di atas pohon tersebut diletakkan bulu warna merah seperti yang melekat di dada Murai yang lainnya. Namun ia akan mengacuhkan Murai-muraian yang di dadanya tidak ditempelkan bulu warna merah. Lain lagi dengan Kunang-kunang jantan jenis Photinus yang dapat dirangsang prilaku mekaniknya dengan gerakan kerlingan mata. Kunang-kunang jantan jenis Photinus seringkali menghindari kontak langsung dengan kunang-kunang betina jenis Photuris yang haus darah. Namun melalui pengalaman yang lama akhirnya kunang-kunang betina jenis Photuris menemukan kunci untuk menjebak kunang-kunang jantan jenis Photinus dengan cara menirukan kerlingan mata tanda berpasangan dari kunang-kunang betina jenis Photinus. Ketika kunang-kunang betina jenis Photuris mengerlingkan matanya maka kunang-kunang jantan jenis Photinus akan segera mendekat kedalam pelukan kematian kunang-kunang betina jenis Photuris.

Masih ada satu contoh lagi dari ikan Saber-Toothed Blenny yang memicu prilaku mekanik ikan besar dengan sentuhannya. Ikan ini memanfaatkan kerjasama yang baik di antara sekerumunan ikan kecil yang mengelilingi ikan besar. Ikan besar biasanya akan membiarkan ikan kecil pembersih masuk kedalam mulutnya untuk membersihkan jamur dalam giginya. Ikan besar itu akan membuka mulutnya dengan tenang dan menikmati goyangan yang dihasilkan ikan kecil pembersih. Biasanya ia akan memakan ikan yang masuk ke dalam mulutnya apabila ikan itu tidak menghasilkan efek goyangan pada mulutnya. Situasi ini dimanfaatkan oleh ikan Blenny untuk mengisi perutnya dengan daging dari ikan besar tersebut. Ia akan masuk ke dalam mulut ikan besar dan menghasilkan goyangan pada gigi-gigi ikan itu. Ketika ikan besar menikmati goyangan tersebut maka dengan secepat kilat ikan Blenny merobek daging dalam mulut dan segera melarikan diri sebelum ikan besar sempat menyadari kesakitannya.

Dari gambaran tersebut hewan dapat dirangsang perilaku mekaniknya dengan mengetahui kebiasaan-kebiasaannya yang paling mendasar. Hewan dapat dirangsang dengan suara (audio) seperti induk kalkun, penglihatan (visual) seperti yang dialami kunang-kunang dan burung murai, dan juga sentuhan (kinestik) seperti yang dialami ikan besar.

Selain pada hewan prilaku mekanik juga dimiliki oleh manusia. Seorang penjual permata sangat jengkel karena permatanya tidak laku. Berbagai usaha telah dilakukannya agar permata itu segera terjual. Lalu dengan kesal ia memasang tulisan di depan tokonya yang menyatakan bahwa permata tersebut dijual ½ kali harga rata-rata. Setelah itu dia pergi keluar kota. Setelah pulang dia tidak terkejut ketika mengetahui bahwa permatanya sudah terjual. Namun yang mengejutkannya adalah bahwa permata itu justru terjual seharga 2 kali lipat harga semula. Hal tersebut terjadi karena baik pembeli maupun karyawan tokonya melihat angka ½ yang ditulis penjual terbaca sebagai 2 kali harga rata-rata. Penjual tersebut bingung melihat fenomena seperti itu.

Peristiwa tersebut dapat diterangkan sebagai berikut. Bahwa penjualan tersebut dipengaruhi oleh perilaku mekanik pembeli. Dalam situasi ketidaktahuan mengenai kualitas permata yang baik maka pembeli akan memanfaatkan prinsip yang berlaku dalam masyarakat umum yang mengatakan bahwa mahal berarti berkualitas baik atau istilahnya ada harga ada barang. Ketika mereka membaca tulisan yang menunjukkan harga yang sangat mahal pada permata yang dipamerkan maka mereka langsung berasumsi bahwa permata tersebut mempunyai kualitas yang baik. Jadi penilaian mereka terhadap permata tersebut bukan berdasarkan kualitas intrinsik yang sesungguhnya dari permata itu namun berdasarkan asumsi publik.

Persuasi dengan memanfaatkan perilaku mekanik manusia sangat efektif dalam situasi tertentu. Yaitu ketika obyek sasaran tidak memiliki ketertarikan, waktu, energi, atau sumber kognitif untuk melakukan analisa komplet terhadap situasi tersebut. Atau ketika terburu-buru, tertekan, mengalami situasi ketidakpastian, tidak dapat membedakan, dalam keadaan terganggu dan sangat lelah. Dalam keadaan semacam itu seseorang cenderung kurang fokus terhadap informasi yang tersedia. Lalu mereka kembali kepada bukti tunggal yang primitif. Proses persuasi ini akan memanfaatkan kelemahan manusia tersebut dengan mengggunakan prinsip-prinsip timbal balik (resiprokasi), konsistensi, pembuktian sosial, rasa suka, otoritas, dan kelangkaan.


Prinsip Resiprokasi atau Timbal Balik

Prinsip persuasi ini memanfaatkan aturan yang berlaku sangat kuat dalam hubungan antar manusia yaitu bahwa ada kewajiban atau tanggung jawab bagi seseorang untuk membalas pemberian orang lain. Prinsip ini berlaku dalam banyak budaya dan bangsa didunia. Sehingga sangat efektif menggunakan prinsip ini kepada manusia dimanapun saja. Sebagai contoh dalam pengalaman bermasyarakat kita selalu ada perasaan keharusan untuk mengembalikan sumbangan orang lain atas dirinya dengan cara ganti memberikan sumbangan saat orang tersebut mempunyai kerja (pernikahan, khitanan, atau kado pesta ulang tahun ). Sumbangan yang diberikan minimal sebanding dengan yang diterima. Ia akan berusaha sedemikian rupa untuk membalas sumbangan bahkan kadangkala dengan cara utang apabila pada saat itu tidak memiliki apapun untuk disumbangkan. Prinsip ini berlaku sangat kuat dalam masyarakat sehingga orang yang tidak membalas sumbangan akan dianggap tidak tahu diri dan tidak tahu berterima kasih. Meskipun aturan semacam itu sendiri tidak tertulis secara resmi.

Prinsip ini terlukiskan dengan baik dari sebuah kisah yang terjadi pada perang dunia I. Seorang tentara Jerman diberi tugas untuk menculik prajurit musuh untuk diinterogasi. Untuk menjalankan tugasnya tentara ini harus melewati tanah tak bertuan (wilayah perbatasan diantara kedua belah pihak yang sedang berperang). Bagi gerombolan tentara pekerjaan melintasi wilayah tersebut sangatlah sulit. Namun bagi seorang tentara pilihan hal semacam itu tidaklah terlalu berat. Tentara Jerman ini telah berulangkali melakukan tugas semacam itu dan menemui keberhasilan. Oleh karenanya Ia diutus lagi untuk melakukan misi yang sama. Setelah berhasil melewati daerah yang tidak bertuan Ia berhasil menodongkan senjatanya dan melucuti seorang tentara musuh dalam tempat persembunyiannya. Namun ada hal yang tidak terduga terjadi. Dengan sikap pasrah tentara musuh itu memberikan sepotong roti yang masih dalam pegangan tangannya kepada tentara Jerman itu. Selanjutnya tentara Jerman menerima roti itu dan memakannya. Lalu Ia memutuskan untuk menggagalkan misinya dengan membatalkan misi penangkapan tentara musuh. Kemudian Ia kembali menyusuri tanah tak bertuan dan siap menghadapi kemurkaan dari atasannya.

Ini adalah contoh yang ekstrim dari sebuah tehnik resiprokasi. Sepotong roti saja bisa mempengaruhi seorang tentara untuk membatalkan misi utamanya. Bahkan membuat Tentara tersebut berani mengambil resiko menghadapi kemurkaan dari atasannya karena kegagalan misinya. Apa yang diperbuat tentara musuh barangkali sesuatu yang tidak disengaja. Dalam keadaan pasrah ia mencoba tehnik yang sederhana yang dapat dilakukannya saat itu juga. Yaitu dengan menyuap tentara Jerman dengan roti. Aksi spontan tersebut akhirnya menimbulkan perasaan iba sekaligus perasaan berutang budi dari tentara Jerman kepada tentara musuh. Kemudian membuatnya berkeputusan melepaskan musuhnya. Aksi pemberian roti itu nampak sederhana dan tidak sebanding dengan penggagalan misi tentara Jerman. Dalam kasus itu prinsip resiprokasi yang dihasilkannya bekerja sangat kuat. Faktor lain yang menentukan adalah waktu atau situasi yang tepat. Barangkali pada waktu itu tentara Jerman juga dalam keadaan sangat lapar setelah perjalanan panjang yang berat sehingga Ia membutuhkan makanan. Jadi ketika orang lain dapat memenuhi kebutuhan mendasarnya Ia menjadi patuh terhadap orang tersebut. Jadi prinsip resiprokasi akan sangat mujarab apabila timingnya tepat serta menyentuh kebutuhan yang sangat mendasar dari seseorang.

Prinsip ini juga banyak dipakai dalam dunia perdagangan. Biasanya perusahaan mengeluarkan free sample barang yang diproduksinya. Barang semacam itu sebenarnya tidak sekedar memberikan informasi tentang kualitas namun juga untuk menghasilkan efek kepuasan konsumen sehingga memacunya agar membalas jasa dengan cara membeli produk yang dipasarkan.

Berkaitan dengan tehnik ini Saya mempunyai pengalaman tersendiri. Pada suatu hari yang panas motor kehabisan Bensin di jalan Pandanaran-Semarang. Lalu Saya menuntun motor sejauh lima puluh meter menuju pom bensin terdekat. Saya sangat kepanasan dan keringat bercucuran. Ketika sampai di pom bensin saya semakin pasrah karena ternyata harus menunggu antrian panjang sambil bertahan dibawah terik matahari yang menyengat. Saat giliran mengisi bensin saya dikejutkan oleh prilaku petugas pom yang tidak lazim. Pertama-tama Ia mengucapkan selamat pagi. Kemudian dengan sopan menanyakan berapa jumlah bensin yang akan diisi. Selanjutnya sebelum mengisi tangki dengan bensin Ia meminta dengan ramah untuk melihat meteran pom yang dimulai dari angka nol. Ketika hendak mengisi Ia meminta maaf terlebih dahulu. Setelah menerima uang Ia mengucapkan terima kasih.

Saat itu juga rasa lelah dan kepanasan seakan-akan sirna. Saya sebagai konsumen merasakan penghargaan dan pelayanan yang sangat baik. Saya langsung berandai-andai meskipun saya harus mengantri lagi dan misalkan harganya lebih mahal sedikit tapi Saya tidak akan menyesal. Keramahan yang saya terima tersebut menimbulkan efek kepuasan. Selanjutnya memicu saya untuk merasa berutang budi atas keramahan yang telah diberikan dan berkewajiban untuk membalas budi baiknya itu dengan cara membeli bensin di tempat itu lagi. Saya membayangkan betapa lelahnya petugas pom itu karena harus melakukan ritual keramahan kepada setiap konsumennya. Namun usahanya tidak sia-sia karena mampu menarik pelanggan yang tidak sedikit. Memang prilaku tersebut bukan kehendak dari petugas pom itu sendiri namun berasal dari strategi jitu pihak manajemen yang tahu memanfaatkan prinsip resiprokasi. Di mesin meteran ditempelkan stiker yang mengatakan demikian ”Konsumen berhak mendapatkan senyuman, sapaan yang ramah, dan meteran yang diawali dari angka nol. Jikalau ada keluhan silahkan menghubungi no telepon xxxxxx”. Saya memahami arti peraturan tersebut. Setelah selesai mengisi bensin Saya mengucapkan terima kasih dengan penuh semangat. Dan Saya terpicu untuk dengan sukarela menginformasikan pada teman-teman untuk membeli bensin di jalan pandanaran (dekat Bangkong) ketika ada di Semarang.

Pemberian orang lain mengakibatkan perasaan berutang dan keinginan untuk membalas kebaikannya tersebut. Meski untuk membalasnya seseorang harus rela menanggung resiko yang lebih besar lagi yang barangkali tidak sebanding dengan apa yang telah diterimanya tadi. Seseorang yang tidak membalas kebaikan orang lain akan disebut tidak tahu diri oleh grup sosialnya. Ia sendiri akan mengalami beban psikologis yang sangat berat. Mengalami perasaan yang tidak nyaman. Ia akan terus berusaha membalas kebaikan tersebut. Dengan demikian pepatah ”aturan lama memberi dan menerima......setelah itu terus menerima atau terus menerima yang lebih besar” ada benarnya. Di pihak lain menolak pemberian seseorang dalam banyak budaya dianggap sebagai sesuatu yang tidak sopan. Ada rasa kesungkanan dan keengganan untuk menolak kebaikan hati orang lain. Dengan demikian prinsip ini bekerja dalam diri seseorang dengan cara mengharuskannya menerima bantuan atau pemberian dan selanjutnya mewajibkannya untuk membalas pemberian itu.

Menurut saya kekuatan dari prinsip resiprokal inilah yang mengakibatkan korupsi di Indonesia atau di manapun susah untuk diberantas. Seseorang yang telah menjadi pejabat biasanya merasa berutang kepada banyak orang yang membantunya hingga mencapai karir itu. Oleh karenanya ketika menjadi pejabat Ia merasa wajib membalas jasa orang-orang yang pernah membantunya dengan memenuhi segala keinginan mereka meskipun harus melanggar hukum. Suap-menyuap juga merupakan strategi yang memanfaatkan kekuatan prinsip resiprokal. Seseorang memberi sejumlah uang atau fasilitas dengan mengharapkan balasan tertentu atas segala permintaannya. Namun prinsip ini tidak perlu dianggap sebagai sesuatu yang negatif. Selanjutnya jangan sampai juga membuat kita menjadi paranoid atau curiga terhadap setiap pemberian orang lain. Karena bisa saja orang lain memang memberikan sesuatu dengan rasa tulus meskipun efek balas budi sebagai sesuatu yang niscaya sifatnya. Yang perlu dilakukan agar tidak terjebak dalam prilaku mekanik yang ditimbulkan oleh prinsip ini yaitu dengan menyadari sepenuhnya maksud atau tindakan yang kita lakukan. Sehingga tindakan kita tidak hanya semata-mata sebagai korban yang tidak sadar atas efek resiprokal. Namun tindakan kita justru didasari oleh kesadaran yang sesungguhnya atas kepentingan fundamental yang kita miliki sendiri. Dengan demikian kita tidak mudah dieksploitasi oleh prinsip resiprokal ini. Dalam hal ini penilaian moral baik dan buruk tidak bisa dilekatkan pada alatnya namun dibebankan atas pribadi dari persuator itu sendiri.

Pada intinya prinsip persuasi resiprokal diawali dengan suatu pemberian yang mengakibatkan perasaaan berutang. Selanjutnya permintaan dari persuator disampaikan. Perasaan berutang itu akan menghasilkan kepatuhan dengan menuruti permintaan dari persuator. Tehnik ini sebenarnya telah sering dilakukan juga oleh para orang tua yang membujuk anaknya. Seringkali mereka mengiming-imingi anaknya dengan hadiah jikalau melakukan perintahnya. Misalkan agar anak mau merapikan mainannya maka orang tua berjanji membelikan coklat yang disukainya. Seperti yang telah dipelajari diatas bahwa bentuk pemberian tidak harus berupa barang material. Prinsipnya pemberian tersebut dapat memenuhi kebutuhan baik fisik maupun psikologis dari orang tersebut.

Misalkan untuk mengajarkan nilai-nilai yang baik kepada anak-anak maka anda bisa memulainya dengan memberikan pujian yang tulus dan kongkret kepada anak tersebut baik sebelum atau sesudah melakukan perbuatan baik. Misalkan anda bisa mengajari anak untuk merapikan mainannya dengan cara mendekati anak tersebut kemudian memeluk dan menciumnya serta berkata ”Aduh anak mama yang ganteng dan pinter ayo dirapikan dong mainannya biar tidak hilang. Nanti setelah rapi mama ajak kamu beli es cream ...O.K....”sambil mengajak anak tos pada tangannya sebagai tanda persetujuan yang akrab. Saya optimis dengan cara semacam itu tingkat keberhasilannya akan lebih tinggi dibandingkan dengan cara memerintah secara langsung yang justru akan menghasilkan perlawanan atau penolakan. Tehnik-tehnik seperti ini juga dapat dilakukan oleh istri kepada suami atau sebaliknya, anak-anak kepada orang tua, ataupun juga oleh guru sekolah minggu kepada anak didiknya. Dalam kasus ini pemberian tersebut berbentuk sentuhan yang penuh kasih sayang, sikap penghormatan sekaligus material barang. Seseorang yang mendapatkan perlakuan berbahan dasar hal-hal itu pastilah akan merasa nyaman dan berniat untuk membalasnya dengan kepatuhan atau dengan segala sesuatu yang dapat dilakukannya.

Seorang pendeta juga dapat melakukan prinsip ini untuk mendapatkan pengaruh simpati yang besar dari jemaatnya sehingga segala perkatannya akan dihormati dan dipatuhi. Tindakan yang biasa dilakukan Pendeta dengan efek resiprokal yang kuat adalah visitasi atau kunjungan jemaat. Tentunya visitasi yang dimaksud adalah visitasi yang sanggup menghasilkan kehangatan dan perasaan yang nyaman bagi jemaat bukan suasana penghakiman yang menegangkan karena kesalahan tidak berangkat ke gereja. Dalam visitasi seorang pendeta perlu lebih banyak mendengarkan secara empatik cerita-cerita jemaatnya. Menghadirkan suasana yang nyaman sehingga mendorong jemaat berani untuk mengungkapkan seluruh uneg-unegnya. Pendeta perlu memahami permasalahan dengan mendalam terlebih dahulu dan tidak terburu-buru memberikan nasehat. Nasehat yang diberikan dengan terburu-buru tanpa pemahaman yang baik terhadap permasalahan akan sia-sia saja. Bahkan akan membuat jemaat enggan bercerita. Kadangkala jemaat hanya memerlukan kehadiran seseorang untuk didengar saja sehingga mampu melepaskan ketertekanan jiwanya. Memang jika sudah dirasa perlu nasehat boleh diberikan hanya setelah memahami betul inti permasalahan. Nasehat yang diberikan pun harus sesuatu yang kongkret dan khusus menyentuh permasalahan jemaat itu sendiri. Perkataan seperti ” wah semua orang juga mengalami penderitaan seperti itu/semua orang pernah mengalami ujian Tuhan semacam itu” tidak akan banyak membantu penderitaan jemaat karena bersifat umum. Selain itu sentuhan yang wajar sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat juga dapat dilakukan jika diperlukan untuk menghadirkan rasa penerimaan serta dukungan yang mendalam. Dari visitasi semacam itu jemaat akan merasa mendapatkan pemberian yang luar biasa dari pendetanya berupa perhatian, kehadiran, sentuhan kasih sayang, dan barangkali juga dari buah tangan yang dibawa pendeta. Pemberian-pemberian tersebut akan menimbulkan efek balas budi jemaat kepada pendetanya. Paling tidak jemaat yang dikunjunginya akan ganti memberikan perhatian yang maksimal kepada pendetanya. Ia akan membalasnya dengan kepatuhan, penghormatan, sekaligus pelayanan yang maksimal.


Selanjutnya akan diperkenalkan metode rejection then retreath yang dikembangkan berdasarkan prinsip resipokal. Metode ini bekerja dengan cara pertama kali memberikan penawaran atau permintaan yang lebih besar. Selanjutnya tahap kedua dengan melemparkan permintaan yang lebih kecil. Penawaran atau permintaan yang pertama sengaja dikondisikan untuk ditolak oleh korban. Sedangkan permintaan kedua adalah permintaan yang sebenarnya. Biasanya korban akan menyetujui penawaran atau permintaan yang kedua sebagai sebuah kesepakatan.

Metode ini mengingatkan Saya kepada para penjual yang berdagang di sekitar jalan Malioboro Yogyakarta. Pertama kali pedagang itu akan menawarkan barangnya dengan harga dua kali lipat dari harga yang sebenarnya. Dengan penawaran tersebut pembeli akan Shock atau terkejut sesaat, semacam tidak tahu apa yang harus dilakukan karena harga yang terlalu tinggi. Tapi selanjutnya pedagang secara berangsur-angsur akan segera menurunkan harga yang dipatoknya bahkan hingga ½ harga yang ditawarkan semula. Biasanya pembeli akan menerima kesepakatan yang kedua. Pembeli akan merasa telah berhasil atau telah menjadi pemenang dalam proses tawar menawar itu. Padahal yang dibelinya adalah harga yang sebenarnya. Di pihak lain pembeli biasanya juga akan memiliki perasaan sedikit bersalah jika tidak membeli barang tersebut karena pedagang telah menurunkan harga barang secara drastis. Dengan demikian mengharuskan atau mewajibkannya untuk membeli barang tersebut. Dalam metode rejection then retreath ini kepuasan dan tanggung jawab dari korbanlah yang dieksploitasi. Dengan demikian metode ini bekerja lebih halus dari prinsip resiprokal yang secara langsung melakukan pemberian-pemberian tertentu.

Dalam percobaan Cialdini tingkat keberhasilan metode rejection then retreath hingga mencapai angka yang memuaskan. Bahkan metode ini dapat menghasilkan kepatuhan secara berkelanjutan. Dalam percobaannya dengan menggunakan metode ini para mahasiswa pertama kali diminta untuk mendonorkan darahnya sekali dalam enam minggu selama tiga tahun. Kemudian permintaan kedua diubah bahwa mahasiswa diminta mendonorkan darahnya hanya sekali saja. Selanjutnya mahasiswa yang pergi ke bank darah disuruh meninggalkan nomor telepon dan alamat untuk dihubungi lebih lanjut. Hasilnya 84% mahasiswa di kampus menyumbangkan darahnya sesuai dengan permintaan yang kedua. Selain itu mahasiswa juga secara berkala bersedia mendonorkan darahnya. Dan kurang dari separuh mahasiswa (43%) yang memenuhi permintaan pertama.

Demikianlah anda dapat mengembangkan prinsip resiprokal ini untuk memperoleh kepatuhan dari seseorang. Pengembangannya disesuaikan dengan daya kreatifitas serta dengan situasi dan kondisi. Akhirnya semangat mencoba dan nantikan metode persuasi yang lain pada edisi mendatang.


MEROMBAK IMAN MENARA BABEL

Oleh : Iwan Firman Widiyanto, M.Th.

Keanekaragaman adalah kehendak Tuhan sejak penciptaan.

Oleh karena itu segala bentuk pikiran teologis yang bersifat absolut merupakan sebuah pengingkaran terhadap kehendak Tuhan. Kebenaran yang absolut hanyalah Tuhan itu sendiri. Sesuatu yang tidak tecercap oleh akal manusia yang terbatas. Sehingga respon manusia terhadap kebenaran itu relatif sifatnya.


Kejadian 11:1-9 mengisahkan keturunan Nuh yang menetap di bagian selatan Mesopotamia setelah banjir besar. Mereka hidup dalam bahasa dan logat yang sama. Untuk mempertahankan kesatuan tersebut dibangunlah sebuah kota dengan menara yang puncaknya mencapai ke langit. Pembangunan menara bertujuan untuk mempertahankan keutuhan kehidupan mereka sehingga mereka tetap menjadi bangsa yang tidak tercerai berai.


Von Rad menafsirkan pembangunan menara merupakan kehendak untuk memperoleh kejayaan bangsa. Sebuah dosa kesombongan yang mengakibatkan Chauvinisme atau pengagungan terhadap bangsa sendiri sehingga mengabaikan atau memandang rendah kedaulatan bangsa lainnya. Sedangkan C.S. Song mengartikannya sebagai ketakutan manusia untuk melakukan penyebaran. Padahal penyebaran manusia merupakan kehendak Allah sejak mulanya untuk memenuhi bumi (Kejadian 1:28). Penyebaran merupakan salah satu cara rencana keselamatan Allah atas manusia.


Pendapat dua teolog ini menarik untuk disimak berkaitan dengan sikap penghargaan terhadap keanekaragaman yang perlu dikembangkan dalam konteks Indonesia. Jadi motif pembangunan menara dapat berupa dua hal tersebut seperti yang telah diungkapkan. Pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan self orientation. Mencari kenyamanan hidup dalam persamaan-persamaan kebiasaan dan cara pandang. Tidak ada yang salah dalam hal ini karena manusia memang mempunyai kebutuhan mendasar untuk hidup dalam komunitas yang mempunyai banyak kesamaan. Yang salah adalah pengembangan paham ini secara ekstrim. Menjadikan cita-cita kesamaan sebagai yang absolut. Menganggapnya sebagai kebenaran mutlak. Akibatnya perbedaan kebiasaan dan pola berpikir dari kelompok yang berbeda dilihat sebagai ancaman atas keberadaan dan kenyamanan diri. Akhirnya perilaku yang dikembangkan menjadi perilaku yang defensif. Menarik diri dari interaksi dengan kelompok lainnya. Maka berkembanglah sikap sosial yang penuh kecurigaan karena setiap kelompok tidak memahami satu dengan yang lainnya. Situasi semacam ini rentan dengan konflik dan kekerasan.


Allah sangat memahami situasi semacam itu. Ia mampu memprediksi kejadian dimasa mendatang dengan pola-pola yang dibangun manusia. Maka penggagalan pembangunan menara Babel merupakan kehendak Allah agar manusia tidak hidup dalam absolutisme. Allah tidak ingin manusia hidup dalam kotak-kotak fanatisme agama maupun budaya yang merupakan hasil dari pemutlakan nilai-nilai tertentu sebagai nilai yang paling unggul dari nilai-nilai yang lainnya. Allah menghendaki manusia hidup secara harmoni berdampingan dengan nilai-nilai lain yang beraneka ragam. Seperti merdunya irama orkestra yang tercipta dari suara-suara yang berbeda.


Orang Yahudi kuno memandang kisah Menara Babel sebagai usaha untuk menjelaskan asal mula keberagaman bahasa di dunia. Sebuah ketakjuban akan keberbedaan yang dipahami sebagai kehendak Allah. Jadi penyebaran manusia karena Allah mengacaukan bahasa yang tunggal tidak dilihat sebagai hukuman namun justru sebagai usaha Allah untuk melanjutkan rencana keselamatannya sejak semula. Ia menghendaki manusia memenuhi bumi.


Penyebaran suatu bangsa dengan bahasa yang berbeda-beda merupakan cikal bakal dari keanekaragaman budaya dan agama. Para sarjana antropologi mengakui bahwa bahasa merupakan salah satu unsur pembentuk kebudayaan. Maka bahasa yang berbeda-beda akan menciptakan corak kebudayaan yang berbeda-beda pula. Demikian juga halnya dengan keanekaragaman agama yang dibentuk oleh pluralitas bahasa.


Masalah bahasa juga menjadi pergumulan filsafat dan tologi posmodernisme. Mereka menolak keberadaan metanarasi sebagai sebuah nilai-nilai, ide-ide, dan cerita-cerita tertentu yang dijadikan satu-satunya dasar bagi pembentukan kehidupan manusia. Agama adalah respon manusia terhadap pewahyuan Allah yang dirumuskan dalam metanarasi tertentu. Penolakan terhadap metanarasi didasarkan atas keterbatasan sistem bahasa yang diyakini tidak mampu melihat kenyataan (pewahyuan Allah) secara utuh. Melalui sistem bahasa yang terbatas pewahyuan Allah ditangkap manusia secara partikularis. Artinya pengalaman iman seseorang dalam menanggapi pewahyuan Allah dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu respon manusia terhadap pewahyuan Allah itu harus dilihat bersifat relatif.


Yesus juga memaklumkan keanekaragaman ketika berbicara dengan perempuan Samaria. Sebelumnya Perempuan Samaria menduga bahwa Yesus serupa dengan orang Yahudi lain yaitu mengagung-agungkan pusat penyembahan di bait suci Yerusalem (Yoh.4:20). Perempuan tersebut merasa sangat berbeda dengan Yesus karena Dia dan nenek moyangnya mempunyai pusat penyembahan di gunung Gerizim. Konon perbedaan pusat penyembahan inilah yang menjadi salah satu penyebab perseteruan antara orang Yahudi dan orang Samaria selama ratusan tahun. Dalam perseteruan itu orang Samaria dan Yahudi tidak bergaul satu dengan yang lainnya. Tetapi Yesus sebagai seorang Yahudi menghancurkan perseteruan tersebut dengan mendatangi kota Samaria dan bercakap-cakap dengan seorang perempuan Samaria. Ini adalah teladan nyata yang hendak diajarkan kepada murid-muridnya yang secara umum orang Yahudi. Yesus meruntuhkan pusat-pusat penyembahan yang menjadikan seseorang terasing dengan orang lainnya. Ia berkata kepada perempuan itu :

"Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem.

Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi.

Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran."

(Yohanes 4:21-24)



Yesus bermaksud mengatakan bahwa sekarang setiap orang dapat menyembah dalam roh dan kebenaran. Yaitu menyembah Allah dengan totalitas kehidupan yang dinyatakan dalam tindakan yang benar (Orthopraxis). Melalui interaksi yang baik dengan sesamanya. Dengan demikian Ia akan memperoleh keselamatan yang datang dari teladan Yesus, seseorang yang datang dari bangsa Yahudi. Sifat keyahudian yang melekat dalam diri Yesus tidak boleh dipandang dengan kacamata Chauvinisme yang menjadikan Yahudi sebagai satu-satunya bangsa yang paling unggul diantara bangsa-bangsa lain dihadapan Allah. Namun sebagai salah satu cara Allah untuk masuk kedalam sejarah dunia. Sepadan dengan cara Allah yang lainnya untuk masuk ke dalam dunia melalui tradisi budaya dan bangsa yang berbeda. Melalui Yesus keselamatan dimengerti tidak hanya terjadi diluar dunia ini namun juga terjadi dalam kehidupan sekarang ini. Keselamatan yang ditawarkan Yesus secara langsung telah dinyatakan dalam setiap tindakan yang diteladankannya. C.S. Song memahami keselamatan dalam arti :


Allah memulihkan keterpecahan-keterpecahan yang ada di dalam diri kita sebagai manusia dan di dalam masyarakat manusia. Ini berarti Allah memulihkan kesehatan dan keutuhan kepada kita sebagai pribadi, sebagai masyarakat, sebagai bangsa-bangsa....Allah tidak pernah memberikan hak monopoli keselamatan kepada siapapun. Malah, keseluruhan keselamatan akan lenyap bila hak monopoli seperti itu dilembagakan kedalam keselamatan Allah.



Dengan kacamata ini maka dimengerti bahwa tindakan Yesus, sebagai orang Yahudi, menjumpai perempuan Samaria merupakan tindakan keselamatan. Pengajarannya agar orang tidak mengkultuskan pusat penyembahan tertentu, yang justru mampu memecah-mecah umat manusia dalam kesombongan agama dan budaya merupakan tindakan keselamatan. Sekali lagi Allah melalui Yesus telah meruntuhkan usaha pembangunan menara Babel untuk kesekian kalinya. Menara yang dibangun untuk menyatukan kesombongan manusia atas kesamaan agama, kesamaan budaya, dan kesamaan bahasa. Allah menghancurkan menara Babel dan membuat mereka beranekaragam agama, budaya, dan bahasa. Supaya setiap orang yang berbeda-beda itu dapat saling belajar menyatukan pecahan-pecahan perbedaan seperti pecahan-pecahan beling yang berbeda dikumpulkan, disatukan secara berdampingan dan membentuk sebuah mozaik yang indah. Sebuah paradoks atas karya keselamatan Allah terjadi. Ia menceraiberaikan kesatuan atas nama kesombongan, namun dipihak lain Ia menyatukan yang tercerai berai karena perbedaan dan menempatkannya untuk hidup berdampingan dalam kasih.


Di dalam setiap keanekaragaman Allah berkarya melaksanakan rencana keselamatannya. Oleh karena itu tugas teologi menurut R. J. Schreiter bukanlah menyampaikan pesan Kristus dalam budaya namun lebih kepada menemukan Kristus yang telah aktif dalam budaya. Jikalau Kristus telah ada dalam budaya itu maka pesan-pesanNya juga telah terkandung didalamnya. Maka suatu komunitas lokal harus bersedia menghargai dan mendengarkan budayanya agar dapat memahami pengalamannya di masa lampau bersama Kristus. Ia harus mampu menggali dan mengakui tanda-tanda kehadiran Kristus ditengah-tengahnya. Bagi orang Kristen cara-cara untuk memahami tanda-tanda Kristus yaitu melalui tradisi hikmat dalam Alkitab. Ini adalah suatu cara baru dalam melihat Kristus sebagai hikmat Allah yang telah melakukan kegiatan penyelamatannya dalam suatu budaya bahkan dalam agama yang berbeda.


Barangkali orang akan berpendapat bahwa bagaimana mungkin Kristus sudah ada dalam setiap budaya padahal budaya sudah ada sebelum Yesus Kristus lahir. Dalam hal ini Kristus harus sedikit dibedakan dengan Yesus sejarah. Yesus sebagai Kristus telah ada sejak awal penciptaan dunia. Ia telah aktif bersama-sama dengan Allah untuk menciptakan kehidupan dunia ini. Ia jugalah yang telah meniupkan nafas kehidupan kepada manusia. Dari sanalah kemudian kebudayaan dimulai bersama dengan nafas Kristus itu sendiri. Bukankah Kristus sendiri adalah Roh Allah ? Dan Yesus sejarah adalah perwujudan dari Roh Allah, Roh yang sama yang telah mengawali kehidupan manusia.

Namun demikian budaya dan agama yang beragam itu juga tidak terlepas dari dosa. Karena budaya atau agama itu sendiri merupakan karya dari manusia yang berdosa. Oleh sebab itu perlu melihatnya secara kritis. Mengembangkan nilai-nilai budaya yang selaras dengan rancangan keselamatan Allah dan menolak nilai-nilai yang bertentangan dengannya. Dalam hal ini teladan hidup Yesus Kristus dapat menjadi tolak ukur secara khusus bagi orang Kristen untuk memahami tradisi hikmat dalam Alkitab dalam menemukan Kristus dalam budaya ataupun agama yang berbeda-beda.


Belum terlambat untuk memulai suatu hubungan yang baru diantara sesama manusia dalam agama dan budaya yang beranekaragam. Gereja perlu mengali pemahaman-pemahaman teologis yang terbuka terhadap keberbedaan agama dan budaya. Mereka yang berbeda adalah teman bukan setan. Mereka adalah sesama manusia. Ketika Yesus mengajar tentang kasih kepada sesama manusia maka salah seorang muridnya bertanya ”Dan siapakah sesamaku manusia ?” Lalu yesus menceritakan kisah tentang orang Samaria yang baik hati (Lukas 10:30-37). Ada seorang pedagang Yahudi dirampok. Ia hampir mati namun tiada seorangpun yang menolong. Bahkan Imam maupun calon Imam sebagai sesama orang Yahudi juga enggan menolongnya. Kemudian datanglah seorang Samaria, bangsa dari musuhnya. Orang Samaria tersebut menolong orang Yahudi hingga tuntas. Dari cerita tersebut Yesus hendak mengajarkan kepada murid-muridnya -- yang umumnya adalah orang Yahudi -- bahwa Orang Samaria meskipun berbeda budaya dan agama adalah sesama manusia. Oleh karena itu kasihilah sesamamu itu seperti dirimu sendiri (Lukas 10:27).


Yesus telah merombak Iman menara Babel. Sebuah kecendrungan iman yang dimiliki oleh manusia beragama apapun juga. Iman menara Babel mengembangkan kejayaan diri. Menganggap tradisi sendiri lebih benar daripada tradisi yang lainnya. Iman menara Babel penuh dengan kekerasan karena memaksakan kehendak. Iman menara Babel penuh dengan pertumpahan darah karena menganggap yang lain sesat. Lalu yang sesat dan yang berbeda itu dimusnahkan, digantung dan dijadikan tiang obor. Maka sebelum Iman menara Babel itu menghancurkan peradaban manusia, iman semacam itu harus dirombak terlebih dahulu, yaitu dengan cara menyadari pentingnya pemahaman teologi yang terbuka terhadap keanekaragaman agama dan budaya. Sekali lagi jangan mencoba membangun kembali iman menara Babel atau Allah sendiri akan turun untuk merombaknya.














RISALAH CINTA

Oleh : Iwan Firman Widiyanto, M.Th.


Pada mulanya adalah keterasingan dalam dunia yang tidak saling kenal. Cinta adalah daya penghancur tembok keterpisahan. Membuka tabir pengenalan yang membawa tujuan akhir yaitu peleburan, yang mencipta pecahan-pecahan keberbedaan menjadi mozaik indah eksistensi manusia.


Ada Apa Dengan Cinta ?

“Dari mana datangnya cinta ? dari mata turun ke hati….” Demikian kata pameo di masyarakat. Jika benar seperti itu maka kasihanlah para orang buta, mereka tidak akan pernah dapat merasakan cinta. Tapi benarkah orang buta tidak punya cinta ? Anda yang menganggapnya benar, salah besar !! Saya membuktikan sendiri bahwa orang buta juga mempunyai cinta. Suatu kali saya menyegarkan tubuh di tukang pijat tuna netra. Saya kaget lantaran dia bisa mengirim sms ke istri tercintanya yang jauh di sana.-- Anda jangan heran kalau ia bisa mengoperasikan handphone karena ia belajar keras dengan cara meraba dan mengingat setiap fungsi tombol yang harus di pencet. Dan hasilnya sempurna, sungguh saya sendiri takjub --Namun kemudian yang membuat saya tersenyum adalah ketika sms balasan dari sang istri datang, Ia meminta tolong kepada saya untuk membacakannya. Wah…wah….isinya romantis sekali, dengan panggilan sayang…sang istri mengungkapkan kerinduannya…..Sang suamipun membalas dengan kata-kata yang tak kalah romantis juga…

Cinta tidak memandang usia karena saya pernah mendengar orang yang sudah lanjut usia menikah kembali dengan pasangan pujaannya. Saya sendiri sudah naksir cewek semenjak sekolah dasar…Wooo…ini rahasia ya…,bahkan adik sepupu saya yang belum genap lima tahun sudah bisa menyanyikan lagu-lagu cinta yang di tembangkan grup band Raja atau Nidji dengan fasih. Lalu lebih mengejutkan lagi yaitu peristiwa ketika saya mendekati si Melati dan si Mawar (nama samaran) yang sedang bermain bersama, mereka itu masih duduk di taman kanak-kanak Melati yang melihat saya datang , langsung nyeletuk dengan muka tanpa dosa dan sangat polos “Mas…Kowe pacare Mawar tho…? Ha..ha..mas iwan pacare Mawar…” Saya pun terbengong-bengong kayak sapi ompong. Sedangkan yang disebut Mawar mukanya menjadi merah dan langsung berlari ngacir meninggalkan Melati. Melati yang ditinggal sendiri pun kemudian mengejar Mawar….Entah mereka sungguh-sungguh memahami cinta atau tidak namun yang pasti mereka telah bersentuhan dengan pengalaman cinta, apapun itu definisi dan jenisnya.


Teori Cinta

Kalau kita setuju bahwa cinta itu datangnya dari mata maka cinta baru akan dialami dan dirasakan oleh manusia setelah ia bisa melihat. Berarti juga cinta hanya akan ditentukan oleh keindahan fisik yang kasat oleh mata. Pada kenyataannya cinta tidaklah demikian, toh orang buta, seperti cerita diatas, juga bisa mencinta tanpa didahului oleh pandangan mata jasmaniah. Lalu dari mana datangnya cinta dan bagaimana cinta manusia terbentuk dalam kehidupannya ?

Erich Fromm dalam bukunya The Art of Loving, Memaknai Hakikat Cinta, menyatakan bahwa cinta memiliki fase-fase perkembangan. Fase-fase tersebut akan mempengaruhi karakteristik cinta yang dimiliki oleh seseorang [2005: 48-57]. Sejak dalam kandungan manusia sudah merasakan cinta yang didapatkan dari Ibu, Cinta yang membuatnya nyaman tanpa harus meminta. Pengalaman itu dirasakan ketika sang ibu menyusui bayinya, mendekap dan memberi kehangatan dalam payudaranya, menyentuh dan mengusap-usap tubuh mungilnya, dsb. Cinta Ibu adalah cinta yang tidak bersyarat. Ia mencintai bukan kerena kebaikan anaknya. Ibu mencintai anaknya hanya oleh sebab dia anaknya, entahkah anaknya itu buruk atau baik, entahkah anaknya itu patuh atau tidak patuh. Sang Ibu tetap memberikan cintanya.

Kelekatan pada cinta ibu akan mempengaruhi karakter cinta seseorang hingga dewasa. Anak akan memahami cinta sebagai sesuatu yang tidak bersyarat. Ia merasakan pengalaman yang mendalam mengenai soal dicintai. Baginya cinta akhirnya tidak bisa dituntut atau diminta. Cinta dimengerti sebagai pengalaman yang terjadi diluar kendalinya. Cinta dipahami sebagai sesuatu yang datang tanpa diundang dan pergi tanpa pemberitahuan. Maka anak akan bertindak pasif terhadap cinta, Ia hanya akan menikmati cinta yang datang padanya. Apabila ada seseorang yang memberikan perhatian kepadanya maka Ia akan dengan mudah tersentuh. Ia akan mencari figure-figur yang dapat melindungi dan memberikan kenyamanan kepadanya, entah kepada perempuan ataupun laki-laki. Karena anak terbiasa menerima cinta ibu yang tidak bersyarat maka akan membentuk tujuan hidup anak yang paling mendasar yaitu keinginan untuk dicintai bukan mencintai. Dengan demikian sepanjang pasangannya mampu memberikan kenyamanan, kesenangan, pujian, kehangatan, dan perlindungan maka hubungan akan baik-baik saja. Ia akan senang, sangat gembira, merasa aman dan dapat memperlihatkan kasih sayang serta pesona yang demikian besar. Namun apabila pasangannya abai atau lalai memberikan kebutuhannya maka akan timbul konflik dan kebencian. Kemudian neorotis dan depresi yang mendalam akan dialami apabila ia ditinggalkan sendiri oleh pasangannya. Jika itu terjadi Ia akan merasionalisasikannya dengan pikiran bahwa “pasangannya sudah tidak mencintainya lagi”. Apabila suatu ketika perpisahan atau putus hubungan tidak terhindarkan maka Ia tidak akan bisa dengan mudah melupakan pasangannya itu. Ia akan menjadi orang yang obsesiv artinya pikirannya tidak akan lepas dari figur pasangannya. Ia akan tergantung terhadap pasangannya karena pasangan dipahami sebagai sumber pemenuhan kebutuhan dirinya. Dalam pikirannya selalu dipenuhi bahwa ia telah diperlakukan secara tidak adil. Dalam bentuk yang ekstrim dominasi cinta ibu akan menciptakan perilaku seperti Alkoholisme, perokok berat, pecandu narkoba, dan segala bentuk pemuasan diri.

Nilai positif dari karakter cinta yang dipengaruhi oleh ibu adalah cinta yang tidak pilih kasih, cintanya bersifat setara. Ia akan mencintai sesama atau pasangannya apa adanya. Ia akan mencintai semua orang tanpa suka membedakan ras, suku, agama, status social dan lain sebagainya. Sebuah cinta yang tanpa syarat.

Pada fase selanjutnya, sekitar usia diatas enam tahun. Anak mulai bergeser kelekatannya kepada ayah yang mengajar bagaimana menghadapi kehidupan. Sifat cinta ayah berkaitan dengan penegakan aturan, hukum, kedisiplinan dan tata berperilaku. Cinta ayah mempunyai sifat bersyarat, Ia membutuhkan balasan tertentu. Ayah akan lebih mencintai anak yang patuh kepada aturan yang dibuatnya atau anak yang berprestasi. Dengan demikian melalui cinta ayah anak akan belajar mengenai kehidupan yang mandiri. Kehidupan yang tidak tergantung dengan orang lain. Maka dipihak anak, Ia akan berusaha tampil yang terbaik di depan sang ayah. Tujuan utama dalam hidupnya adalah menyenangkan hati ayah. Maka secara ekstrim ia akan tampil sebagai budak ayah. Apabila Ia dapat melakukanya maka akan ada perasaan bahagia, aman, dan puas. Apabila tindakannya tidak bisa menyenangkan hati ayahnya maka Ia akan merasa kecil hati, tidak dicintai, dan tersingkir. Jadi ini adalah kecendrungan neorotis yang diakibatkan oleh cinta ayah yang dominan.

Berkaitan dengan pasangannya ataupun sesama, Cinta ayah akan membentuk pribadi yang otoriter, protektiv, dan pilih kasih. Hubungan cinta yang dipengaruhi oleh peran ayah akan bersifat hirarkis. Ia akan memilih-milih hubungan diantara manusia yang dapat menguntungkan dirinya. Dalam pemikirannya cinta atau segala sesuatu yang dilakukannya harus mendapatkan balasan yang setimpal, minimal berupa pujian berkaitan dengan apa yang telah dilakukannya. Jikalau pihak lain tidak dapat memberikan balasan seperti yang diharapkannya itu maka Ia akan mengalami kekecewaan atau frustasi. Cinta ayah membentuk pribadi yang selalu ingin menyenangkan hati orang lain. Disisi lain ketika suatu saat ia ditinggalkan oleh pasangannya, ia akan mengalami perasaan bersalah yang berat. Dia akan merasa bahwa perpisahan yang terjadi karena tidak bisa memberikan yang terbaik untuk pasangannya.

Sikap positif yang dimiliki oleh cinta yang dipengaruhi oleh ayah adalah peduli atau perhatian terhadap pasangannya, bertanggungjawab, disiplin terhadap aturan dan mandiri dalam segala hal. Ia senantiasa akan berusaha memberi atau melakukan segala sesuatu yang terbaik agar dapat menyenangkan hati pasangannya.

Jadi baik cinta ibu maupun ayah mempunyai dampak negatif dan positif. Pribadi yang dewasa akan mempunyai secara sintesis karakteristik dasar kedua jenis cinta itu. Pribadi yang dewasa akan melampaui kelekatan cinta ibu dan ayah dalam dirinya. Artinya bahwa eksistensi dirinya mengandung baik karakter cinta ayah maupun ibu sekaligus. Dalam cinta dewasa karakter cinta ayah dan ibu akan saling mengendalikan. Cinta dewasa akan senang memberi sesuatu kepada pihak lain tanpa syarat sekaligus dia akan menyadari dan menerima keterbatasan dirinya dalam memberi. Disisi lain Cinta dewasa juga akan mengajar seseorang untuk menerima pihak lain apa adanya, tanpa syarat. Seperti pengalaman yang dirasakannya ketika bayi bersama Sang Ibu yang mencintai apa adanya. Nampaknya penggalan puisi Kahlil Gibran dalam Cinta Di Taman Sang Nabi sangat tepat guna melukiskan hubungan cinta dewasa, cinta yang saling memberi dan menerima ini,

Engkau buta dan aku tuli dan lidahku kelu, oleh karenanya mari kita berpegangan tangan dan saling memahami”


Mencintai sebagai Kedewasaan Cinta

Bagi Fromm cinta yang dewasa akan berkata “Aku dicintai karena aku mencintai”. Cinta yang tidak dewasa berkata “Aku mencintai karena aku dicintai”. Atau cinta dewasa akan berkata “Aku membutuhkanmu karena aku mencintaimu” sedangkan cinta yang tidak dewasa berkata “Aku mencintaimu karena aku membutuhkanmu” (2005:51). Dari kalimat-kalimat tersebut maka mencintai merupakan hal yang harus ditempatkan sebagai yang paling utama dibandingkan dengan harapan untuk dicintai dan keinginan untuk mencukupi kebutuhan diri. Sedangkan dicintai atau kecukupan pemuasan kebutuhan menjadi hal yang secara otomatis akan menyertai orang yang mencintai.

Sebagai contoh pada umumnya orang akan membalas senyuman yang telah kita nyatakan kepada mereka terlebih dahulu meskipun senyuman itu dinyatakan pada orang asing yang tidak dikenal. Sebaliknya banyak orang pasti akan manganggap gila orang yang menuntut secara terbuka untuk diberi senyum terlebih dahulu.

Yesus mempunyai prinsip hidup yang didasarkan atas cinta yang dewasa, Yaitu cinta yang lebih mengutamakan perihal mencintai. Hal itu tercermin dalam sikapnya yang dinyatakan dalam Matius 20:20-28. Suatu ketika istri Zebedeus dan anak-anaknya (Yakobus dan Yohanes) datang kepada Yesus untuk meminta agar kelak dalam kerajaan sorga kedua anak-anaknya itu diberikan tempat disebelah kanan dan kiri Yesus (Mat.20:21). Maksudnya adalah bahwa sang ibu menginginkan agar kedua putranya mendapatkan jabatan atau kekuasaan yang lebih besar dari para murid-murid yang lainnya. Permintaan itu tentu saja menyulut konflik tersendiri diantara para murid. Mereka kemudian memarahi Yakobus dan Yohanes (ay.24). Saya menduga kemarahan para murid itu tidak hanya saja didasarkan atas ketidaksetujuan sikap yang dinyatakan oleh Ibu Yohanes dan Yakobus. Namun diantara mereka sendiri terkesan adanyanya persaingan untuk menjadi yang terutama atau terbesar dengan maksud mendapatkan pelayanan yang istimewa dari yang lain. Dengan kata lain mereka berharap terhadap pemuasan atas kebutuhan diri mereka sendiri. Yesus mengetahui permasalahan mendasar tersebut. Oleh karenanya Ia kemudian menegur semua muridnya. Ia menjungkirbalikkan pandangan bahwa untuk menjadi terbesar harus mendapat kekuasaan supaya dilayani, namun sebaliknya bagi Yesus mengajar bahwa untuk menjadi yang terbesar harus dumulai dengan komitmen untuk melayani sesamanya. Maka Dia bersabda “Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu (ay.26-27)”. Dalam ungkapan bahasa Jawa Yesus tidak njarkoni/Isa ngajar ora isa nglakoni (bisa mengajar tidak bisa melakukan) namun dia memberikan teladan hidup yang dinyatakan dalam misi pelayananNya “sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang(ay.28)"

Sikap yang yesus ajarkan tersebut didasarkan atas prinsip cinta dewasa yang mengutamakan komitmen untuk mencintai terlebih dahulu. Prinsip ini berbeda dengan prinsip yang umum dijalankan oleh penguasa-penguasa dunia yang memakai kekuasaaan mereka untuk dilayani dengan sebaik-baiknya atau dicintai terlebih dahulu.

Dengan demikian mencintai sebagai cinta yang dewasa memerlukan komitmen aktif dan usaha diri. Oleh sebab itu cinta yang dipahami sebagai perasaan yang datang dan pergi dengan tiba-tiba haruslah dianggap sebagai mitos yang tidak benar karena akan dapat mengurangi tanggung jawab seseorang dalam membina hubungan cinta yang lebih baik. Dengan mitos seperti itu orang akan bersikap pasif dan tidak peduli terhadap keutuhan cinta bersama. Sebaliknya kedewasaan cinta mendorong setiap orang untuk mengusahakan cinta tetap berkembang, menghiasai kehidupan, dan memperkokoh relasi antar manusia.

Hal yang mendasar untuk mempunyai sikap yang mencintai adalah dengan mengurangi dan menghilangkan kecendrungan narsisme yang ada dalam pribadi kita. Narsisme berarti situasi dimana pikiran seseorang tidak bisa keluar dari kenyatan atau realita dirinya sendiri. Artinya segala sesuatu ditujukan untuk memperhatikan dirinya sendiri. Untuk mengubahnya maka setiap orang perlu untuk melatih kepekaan dan kepeduliannya terhadap orang lain. Sudut pandang diri harus diarahkan bagi kepentingan dan kebutuhan orang lain juga. Selain itu diperlukan juga sikap yang rendah hati, yaitu sikap yang memandang orang lain sebagai yang utama dimana Tuhan bersemayam didalamnya. Sehingga melayani orang lain dapat diidentikkan dengan melayani Tuhan. Sama seperti yang Yesus ajarkan dalam Matius 25:40 “…Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”


Peleburan Menuju Eksistensi Manusia

Menurut Erich Fromm dasar kebutuhan kita untuk mencintai terletak pada pengalaman keterpisahan dan kebutuhan yang diakibatkan untuk mengatasi kegelisahan akan keterpisahan itu dengan pengalaman penyatuan [2005: 79]. Dengan demikian pengalaman menjadi satu atau utuh merupakan perwujudan eksistensi manusia. Sepasang suami istri merupakan keberbedaan dan keterasingan yang dileburkan oleh cinta. Sehingga dengan menjadi suami istri seharusnya eksistensi sebagai manusia dirasakan secara penuh dan utuh karena bagian yang hilang telah ditemukan lagi dengan keberadaan yang lainnya. Istilah garwa/sigaring nyawa (bagian jiwa) sangat tepat untuk menyebut salah satu pasangan suami atau istri.

Oleh karena itu patut dipertanyakan lagi hubungan perkawinan yang sudah mengalami kegersangan. Dimana masing-masing pihak merasa diri dan pasangannya sebagai dua orang asing yang tidak saling memahami satu dengan yang lainnya. Hubungan komunikasi menjadi dingin sebeku salju. Padahal dahulu ketika bertemu rasa suka sangat menggebu-gebu, bahkan seakan-akan sebagai kekasih yang telah lama saling kenal selama ribuan waktu.

Jika hal itu terjadi maka perlu ditelaah kembali jangan-jangan cinta yang mula-mula itu baru sebatas cinta pesona. Cinta yang semacam itu baru bertengger pada fase cinta ayah atau cinta ibu saja. Pada fase cinta ayah seseorang mengidolakan orang lain sedemikian rupa. Dia menarik figure sang idola kepada dirinya sebagai tuan atas dirinya yang budak. Ia akan berusaha tampil sebaik-baiknya didepan sang idola. Namun disisi lain bisa juga Ia menempatkan diri sebagi tuan yang berhak memiliki sang Idola, jadi sangat protektif. Sebaliknya berkaitan dengan fase cinta ibu orang tersebut akan megikatkan diri pada sang idola yang dianggap sebagai pemberi perlindungan dan kenyamanan. Seperti si ibu yang telah memberinya perlindungan ketika masih bayi. Dalam hal ini meskipun peleburan dapat terjadi namun integritas pribadi orang itu menjadi hilang. Maka dalam jangka waktu yang tidak akan lama masing-masing pribadi tersebut pertama-tama akan merasakan keterasingan dengan dirinya sendiri dan pada saat yang bersamaan ia akan merasa asing dengan pasangannya. Sehingga dalam cinta pesona peleburan hanya dirasakan sesaat saja ketika kontak fisik terjadi. Namun setelah sense atau rasa seksnya telah hilang maka keterasingan menjadi semakin parah. Maka jangan heran apabila kebencian akhirnya terjadi begitu mendalam bahkan sesaat peleburan jasmani yang didasarkan atas cinta pesona baru saja berakhir. Kisah Amnon dan Tamar sangat baik dalam melukiskan hal ini,

“Sesudah itu terjadilah yang berikut. Absalom bin Daud mempunyai seorang adik perempuan yang cantik, namanya Tamar; dan Amnon bin Daud jatuh cinta kepadanya. Hati Amnon sangat tergoda, sehingga ia jatuh sakit karena Tamar, saudaranya itu, sebab anak perempuan itu masih perawan dan menurut anggapan Amnon mustahil untuk melakukan sesuatu terhadap dia (II Samuel 13:1-2).”


Lalu Amnon mengatur strategi untuk mendapatkan Tamar. Ia berpura-pura sakit sehingga ketika raja Daud menengok Ia bisa mengutarakan permintaannya agar Tamar diperintahkan untuk menjenguknya. Ternyata rencananya berjalan dengan lancar. Singkat cerita Tamar menjenguk Amnon dan Amnon tidak menyia-nyiakan kesesempatan tersebut. Ia memperkosa Tamar. Setelah itu Alkitab mencatat demikian,

“Kemudian timbullah kebencian yang sangat besar pada Amnon terhadap gadis itu (Tamar), bahkan lebih besar benci yang dirasanya kepada gadis itu dari pada cinta yang dirasanya sebelumnya. Lalu Amnon berkata kepadanya: "Bangunlah, enyahlah! (I Samuel 13:15)."

Dalam cinta pesona peleburan yang dilakukan bersifat semu sehingga keterasingan yang kelam tetap dirasakan setelah peleburan itu terjadi. Hubungan dalam cinta pesona bersifat menguasai (menjadi tuan) dan dikuasai/menyerahkan diri untuk dikuasai (menjadi budak atau memperbudak diri). Dalam hubungan-hubungan ini integritas diri hilang. Inilah yang disebut sebagai kecendrungan masokhisme. Pribadi yang masokhistis keluar dari perasaaan isolasi atau keterasingan dengan menjadikan dirinya bingkisan kepada pribadi yang lain yang mengatur, menuntun dan melindungi dirinya; yang seolah-olah menjadi hidup dan daya hidupnya [2005:24].

Cinta pesona secara biologis dapat dijelaskan sebagai dampak yang dipicu oleh reaksi kimiawi tubuh atas kematangan organ-organ seksual. Sehingga menghasilkan birahi atau peningkatan libido. Anda dapat mengamati diri dan orang lain untuk membuktikannya. Apabila suatu waktu anda merasakan pandangan yang berbeda terhadap orang lain khususnya lawan jenis, Anda merasa sangat tertarik dengannya, kemudian di mata anda orang tersebut menjadi sedemikian cantik atau demikian ganteng, maka percayalah bahwa saat itu organ-organ seksual khusus anda telah matang. Bagi lelaki maka dapat dibuktikan bahwa dalam waktu yang sangat dekat, --paling cepat esok harinya -- akan mengalami mimpi basah (jikalau tidak disalurkan melalui persetubuhan). Hal itu terjadi karena kantung sperma secara biologis telah penuh dan matang. Atau bagi perempuan dalam waktu dekat pula akan mengalami menstruasi karena kematangan indung telur. Proses kimiawi-biologis ini merupakan sesuatu yang wajar dan musti dianggap sebagai rahmat Allah. Proses inilah yang menimbulkan efek jatuh cinta dengan menggebu-gebu. Hal tersebut memang tidaklah salah, namun harus disadari sebagai start awal dalam sebuah proses cinta menuju peleburan yang sejati. Sebuah tahap tertinggi dimana keterasingan manusia sunguh-sungguh dilenyapkan, berganti dengan penyatuan dua pribadi yang berbeda secara utuh namun masing-masing tetap memiliki integritasnya, masing-masing pribadi dapat melampau fase ayah atau fase ibu yang membentuk keberadaannya, kemudian mentransenden dari memori ayah-ibu itu dan mencipta identitas diri yang lebih independen. Dalam proses penyatuan tersebut eksistensi manusia tercipta. Karena bagian dirinya yang hilang, yaitu kesendirian telah mendapatkan temannya.


Mencinta Untuk Semua…

Peleburan manusia dalam cinta, dimana keterasingan dan perbedaan mendapatkan penyatuan, sebenarnya tidak bersifat eklusif bagi para pasangan namun bersifat umum. Sifat eklusif cinta sebenarnya hanya berkaitan dalam pengungkapan erotis atau seksual saja. Namun cinta yang mendalam dan dewasa harus diungkapkan kepada semua manusia. Peleburan tersebut harus dialami dalam mengembangkan hubungan diantara manusia dan juga kepada Tuhan. Karena pengalaman peleburan dengan sesama dapat juga dirasakan sekaligus sebagai pengalaman peleburan dengan Tuhan. Kasih kita kepada Tuhan selalu harus diungkapkan melalui kasih kepada sesama. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Yohanes, “Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya (1 Yohanes 4:1).”

Dan apa yang ditulis oleh Yohanes bersumber dari sabda Yesus sendiri, yaitu;

“Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi (Matius 22:37-40)."


Selanjutnya setiap manusia dapat merasakan pengalaman menjadi eksistensinya, entah itu bersama dengan sesamanya atau sekaligus dengan Allahnya. Akhirnya setiap saudara, teman, tetangga merupakan kekasih-kekasih kita. Duhai para kekasih, Saya mau menulis sesuatu yang semoga menyentuh eksistensimu.

Kenyataan adalah lukisan Sang Pemimpi

Dan dunia adalah kanvasnya

Kekasihku

Mari kupegang tanganmu

Lalu kita melukis

Tentang

Keindahan